Setelah bertahun tahun hidup berpindah pindah, baik sewaktu bujangan maupun setelah berkeluarga, kami akhirnya memutuskan untuk bersarang di kota Duluth.
Kota Duluth adalah kota kecil, jauh dari hiruk pikuknya kota besar. Populasinya aja nggak lebih dari 90ribu. Meskipun kecil, tapi cabe rawit mbok siap mempesona pengunjungnya. Salah satunya adalah lokasinya yang asyikk, di tepi danau Superior yang merupakan danau air tawar TERBESAR DI DUNIA. Wisata murah meriah tanpa keluar ongkos banyak. Cukup melangkahkan kaki dalam waktu nggak sampai setengah jam bisa thenguk2 menatap danau yang bagaikan tak bertepi saking gedenya. Atau hanya ingin mendengarkan suitan burung camar yang lagi asyik berburu ikan. Merenung di pinggiran danau sambil menanti mentari bangun dengan malu2 di batas cakrawala ataupun menunggu matahari menuju peraduannya. Memperhatikan hilir mudiknya kapal besar dan kapal kecil. Atau hanya menonton aktifitas jembatan yang naik turun untuk memberi kesempatan kapal kapal besar melewati bawah jembatan.
Kalau masih kuat dan cuacanya memungkinkan, bersepeda menyusuri pinggiran danau sambil menikmati udara yang sepoi sepoi dingin menusuk kulit. Menurut pendapatku yang nggak suka dengan hiruk pikuknya kehidupan kota besar, Duluth menjadi kota ideal untuk tempat tinggal. Pergi kemana mana dekat dan bisa ditempuh dengan jalan kaki. Sekalian berolah raga bukan?
Dari rumah menuju ke kawasan kota bisa ditempuh dengan bersepeda selama lebih kurang 15 menit. Perjalanan pulangnya, ini nih yang menantang. Karena kontur tanah di Duluth berbukit bukit dan rumah kami berada di kawasan atas, dan kawasan kota berada di bawah, sehingga perjalanan pulang dengan sepeda cukup ngos ngosan menguras keringat. Setengah jam perjalanan kumplit dengan mandi keringat. Tetapi segarrr rasanya di badan. Kalau rasa malas mulai menyerang, sepeda cukup ditangkringkan di rak sepeda yg ada di bis umum dan kita bisa ongkang2 kaki di dalam bis sampai tujuan. Kitapun juga nggak perlu pusing dengan yang namanya macet yang biasanya menjadi santapan sehari hari kota besar.
Rute bis di kota Duluth pun cukup banyak dan menjangkau berbagai kawasan bahkan sampai ke kota Superior di negara bagian tetangga – Wisconsin. Ini bukan bis antar kota lho saudara2, tapi bis kota yang ongkosnya hanya 60 sen dolar kalau bukan jam sibuk dan 1 dolar 25 sen pada jam2 sibuk.
Fasilitas lainnya yang menyenangkan bagiku adalah, banyaknya pilihan kegiatan yang bisa diikuti oleh warga dengan ongkos relatif murah. Kalau di kota besar, yang memang populasinya jauh lebih banyak, wajarlah kalau banyak pilihan untuk beraktifitas. Tetapi kota Duluth dengan populasi seperti itu? Bisa kebayang nggak sih.
Belum lagi kalau musim semi dan musim panas sudah tiba. Bejibun kegiatan sudah menanti. Di kota ini juga ada toko Asia yang merupakan satu satunya toko Asia di kawasan Duluth dan sekitarnya. Pemiliknyapun sangat ramah dan mempersilakan kita untuk memesan barang2 sekiranya kita nggak menemukan barang tsb di tokonya. Sedap bukan? Kalau masih kurang puas, banyak website yang melayani penjualan makanan dan bumbu Indonesia.
Selain itu yang melegakan bagiku adalah, baru baru ini komunitas Muslim disini membeli mesjid yang tadinya merupakan Gereja yang bernama First Unitarian Universalist of Duluth. Alhamdulillah.
Komunitas muslim disini memang tidak banyak, konon katanya sekitar 20 keluarga yang tinggal di Duluth dan sekitarnya. Mesjid ini yang diberi nama Islamic Center of Twin Port kabarnya adalah satu2nya mesjid dalam jarak 100 miles (kurang lebih 160 km) dari segala penjuru mata angin. Artinya, dari jarak 160 km ke arah mana saja, belum ada mesjid lain selain mesjid ini. Jarak yang paling dekat adalah Minneapolis – St. Paul sejauh 170 miles.
Kota Duluth juga unik, karena memiliki pelabuhan laut, meski berlokasi jauh ke tengah daratan. Ya karena ada danau Superior itulah, makanya ada pelabuhan laut. Karena dari danau Superior bisa terhubung ke lautan Atlantik melalui Saint Lawrence Seaway.
Meskipun si danau terhubung ke laut, tetapi airnya nggak asin karena letaknya lebih tinggi 600 kaki (kurang lebih 182 meter) dari laut.
Betahhhhh deh tinggal disini.
Keterangan gambar adalah peta danau Superior. Kota Duluth berada di pojok kiri bawah Gambar diunduh dari sini
Iya Wan, bisa nanem macem2 sekarang. Sampe nanem kemangi segala lho. Enak deh kalau nyambel, lalapnya tinggal metik di kebun belakang. Ada tomat, cabe, kemangi, sereh. Tapi nggak bisa lama2. Memasuki musim gugur udah pada keok kedinginan. Kecuali si seledri yang masih seger buger. Disini bus umum beroperasi tiap hari dong. Frekuensinya aja yang berkurang kalau weekend. Enak tinggal disini Wan, nggak sepadat di kota besar dan fasilitasnya lumayan banyak. Lumayan buat tetirah deh. Kalau mau main kesini, kabar2i yah.
Akhirnya pindah juga…., pasti sekarang punya halaman yang luas, bisa tanam bawang daun, lengkuas, kencur, kunyit, jahe, singkong, ubi, honje, timun, labu siem, cabe rawit, dll langsung di tanah… he…he…, gak perlu di pot lagi yah?… Beruntungnya Mba’E tinggal di kota yang menyenangkan. Apakah bis umum libur di hari sabtu/minggu seperti di Eden Prairie? Baca blog-mu aku jadi kangen negeri dingin ituh… Kapan yah bisa kesana lagih????… Juni-Juli taun lalu aku k Springfield, MA, tapi gak punya waktu libur yang cukup, jadi memang gak bisa maen jauh2.
duluth….kayak nama sebuah produk cat tembok dulux…..atau mungkin aslinya duluth, karena lidah nusantara yang kebanyakan bulir padi dimasak jadi sulit mengeja menjadi dulux…..Apapun itu hidup mbak Evi nampaknya semakin berwarna-warni deh………
Ah FPI..Forum Preman Indonesia. Bilangnya aja Pembela, tapi kelakuan nggak beda ama Preman.
Huahahaha….ojo jarik, tapi sarungan ben iso polah. Nek jarik ngko mlakune timik2.Aku pernah ditanyain sama temen, kok pake rok? Sebab pas lagi dingin2nya. Dan mereka rata2 nggawe clono. AKu jelasin, kalau ini bukan rok, tapi sarung. Dan di dalam sarung, aku pake long john. Anget kan? Kalau winternya lebih ganas, lebih tebel lagi lapisannya. Ada longjohn, ada celana biasa yg punya lapisan baru sarung. Koyok lepet. Huahahaha….Bodo, yang penting tetep pake sarung
Kalau hal ini terjadi di tanah air, mungkin kelompok orang Islam yang sharing tempat dng gereja ini sudah digrudug sama MUI dan FPI ya? Dapat fatwa MUI sebagai ‘Islam-keblinger’ pastinya… 🙂
Winter ini pasti ada kursus snowboard. Tapi mbak Evie harus snowboarding pakai jarik….hahaha…..
Murah banget emang. Dan yang ngajar bukan pengajar ecek2 lho, tapi bener2 profesional yang nggak pelit membagi ilmunya. Mengenai murah, karena ini programnya ISD (Independent School District) yang bukan mencari untung. Mereka punya aturan bahwa maksimum gaji yg didapat instruktur untuk mengajar di program ini adalah USD25 per jam. Kalau mau cari untung mah, bisa buka kursus sendiri. Dan yang aku salut, banyak profesional2 yang bersedia berbagi ilmunya dengan sedikit imbalan. Mereka mengerjakannya dengan penuh antusias.
Hahahaha….minus 25 itu nggak tiap hari kok neng. Sekarang rata2 minus 10. Hahahaha… Minus 25 kalau udah winter. Tahun kemaren aku sempet ngalami minus 40 jek. Kebayang gimana dinginnya. Mobil di parkir diluar semalaman, paginya kursinya keras kayak batu. Nunggu sebentar buat manasin mobil, baru jalan. Padahal parkirnya di dalam gedung. Bukan gedung yang tertutup sih, Yang sisi2nya terbuka itu lho, yang temboknya cuma separo.Nggak usah keder, kan nggak diluar seharian.
Sesi fall time udah kelar. Untuk sesi winter, baru dibuka bulan Januari.Fall time yang baru lalu aku ikut kelas outdoor photography, desktop publishing, becoming a community instructor. Njupuk kelas instruktur, soale aku pengen ngajar kelas merajut dan masak makanan Indonesia.AKu pengen juga ikutan kursus bahasa Isyarat untuk orang2 bisu tuli. Kan asik tuh bisa komunikasi pake kode tangan. Tapi waktunya bentrok dengan kelas fotografi. Pengen juga ikutan klub bola voli, tapi waktunya bentrok dengan jamnya buka puasa waktu itu.Sekarang aku lagi nunggu2 nih, apa aja ya kelas buat winter nanti?
Yo kuwi jek. Ntar ya, tunggu tanggal mainnya. Insya Allah di upload
Mbak Thres, piye kabare? Kalender Jowo dan PS (Panyebar Semangat on the way) yo. Foto2nya tunggu tanggal mainnya ya. Kompi lagi dalam masa transisi..Jiee. Kalau ada kesempatan Insya Allah aku upload deh.
Asik ya mbak, ikutan kursus ini itu. Murah lagi. Mengenai ongkosnya yang murah ini, ada ketentuan dari pihak ISD (Independent School District) di Duluth, maksimum gaji yang didapat dari si instruktur dalam mengajar program ini adalah $25 per jam. Program ini memang dimaksudkan bukan untuk cari untung. Kalau buat cari untung mah, bisa buka kursus sendiri. Kasian ntar masyarakatnya yang nggak mampu.
Duluth, kedengarannya menarik banget yah Vi….memang murah banget, kursus Diving…kita berdua aja baru lulus n dari mulai sampai lulus kena usd 350…..memang murah banget kalau cuma usd 50 n itu photography gw tertarik deh, apalagi yg ngajar profesional buset cuma usd 35….lucky you…yg gak nahan dinginnnya itu loh, gw di IL aja udah merinding, apalagi elu yg makin ke north ke arah canada..br..br…
“Duuh Vi seneng bacanya,jadi pingiin ke duluth,tapii minus 25 ya ampun Vi ,sanghai minggu kmrn 4 celcius nisa dah puyeng bayangiin ntar akhir bulan pasti minus 2.Laah gmn yg minuuus 25,nyeraah dah gua ha..ha
btw, Mba Vi ikutan kursus apa saja sekarang?
Pegnen deh kapan2 mancing di danaunyaaa…Foto dong mbakkk… maklum, wong endonesa lebih akrab dengan visual learning tinimbang literacy learning :p
Wah, senangnya!!!! Mana foto2nya!?
Waaahhh indah sekali kota Duluthnya mbak … baca ceritanya saja saya ikutan betah. Kursus-kursus itu juga yang saya rindu di sini. Di Aachen dulu juga saya selalu ikut mulai kursus bahasa Itali sampai kursus kerajinan tangan, rasanya kegiatan tidak pernah kurang deh … karena itu setiap ibu-ibu Indonesia yang akan tinggal dan nemani suami di Jerman selalu saya anjurkan mengikuti kursus-kursus yang ada supaya lebih betah dan gak kangen tanah air.Selamat menikmati kotanya ya !!!
Bacanya aja udah bikin ngiler, gimana ngliat langsung ya?Aku gemes soalnya sama teman2ku disini sesama orang Indonesia. Pilihanku untuk menetap di Duluth sering dipertanyakan. Katanya nggak ada apa2nya, nggak ada menarik2nya. Sebetulnya mau betah atau tidak kan tergantung kita sendiri. Mau di kota besar serba ada, kalau dasarnya suka mengeluh, ya nggak pernah bahagia. Ngomel mulu bawaannya.Meskipun tinggal di kota kecil, kalau gampang beradaptasi dan bisa bersyukur, yo bahagia jadinya.
Insya Allah kalau ada kesempatan, foto2 di upload. Hahahaha….ngebor gaya arab. Hihihihi…
Kompi lagi dibenahin Ning. Ntar deh kalau ada waktu, foto2nya Insya Allah aku upload ya.Kotanya cantik, bangunannya banyak bangunan tua. Jaman tahun 1800an gitu. Dan masih terawat
Asik ya? Sengaja bikin ngiler emang. Gemes sama temen2ku yang sering mempertanyakan kenapa kok milih Duluth. Kota yang gak ono opo2ne katanya.Eh, tapi jangan tanya winternya ya. Keder boooo. Sekarang belum masuk winter, tapi suhunya udah – 25 C (dibaca minus 25 C). Gimana winter yah? Minus 40 C. Uedannnnn
cuma baca ceritanya aja…aku dah terpesona. TFS Ev
Foto dong……btw, asyik ya tinggal di sana, mungkin aku bakal kehebohan ikut kelas “belly dance” wakakakakaka..gak ding..becanda…..
ada foto-fotonya mbak? pasti cantik kotanya…
wuuaa..aku juga mau tinggal di Duluth..asyiik banget mbak….