Sabtu, 14 Juni 2008 – Kamis, 19 Juni 2008
Suasana khas Indonesia sudah mulai terasa begitu menginjakkan kaki di bandara Changi Singapore. Seperti misalnya terdengarnya bahasa yang diucapkan, bahasa Indonesia mbok. Bikin kuping saya dibelai belai mesra. Duh kangennya.
Begitu juga kecuekan atau mungkin lebih tepat kalau disebut ketidak tahuan sebagian penumpang mengenai batasan membawa cairan ke dalam kabin yang seingat saya maksimal 50 ml. Akibatnya sudah bisa ditebak, barang barang larangan tersebut tidak diperkenan dibawa masuk ke pesawat dan dicemplungkan ke dalam sebuah kotak yang entah nantinya dibuang atau disumbangkan atau diembat petugas enggak tahu deh. Padahal nggak sedikit yang berupa minyak wangi, pencuci rambut mahal, sabun cair bermerk.
Kekhasan lainnya adalah banyaknya barang tentengan yang tidak masuk bagasi seperti kardus, kantong plastik maupun kantong kertas yang berjejalan. Heboh sureboh.
Ciri khas yang membuat saya seperti ditendang yaitu berisiknya suara telepon genggam dhidupkan begitu pesawat menjejakkan landasan. Ampunnnnn deh, kenapa juga nggak mau nunggu barang lima atau sepuluh menit? Ini pesawat atau angkot ya sebenernya?
Seperti biasanya kalau kita terbang dari Singapore menuju Indonesia sering satu pesawat dengan rombongan TKI. Saya yang emang nggak suka dandan, dan berpenampilan apa adanya, sering kali disangka TKI. Saya juga TKI kok, meskipun beda negara dan kerjanya juga paruh waktu. TKI kan singkatan dari Tenaga Kerja Indonesia. Nah kan. Enggak masalah buat saya, toh sama sama manusianya. Malah saya nikmati karena bisa berbaur dan mendengarkan celotehan mereka, Banyak diantara mereka yang lugu polos dan sayangnya ini dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab.
Seperti kejadian yang baru saya alami sewaku tiba di bandara Juanda Surobajul. Kadangkala kita melihat bahwa jalur kedatangan untuk TKI dipisah dengan penumpang umum. Sampai sekarang saya nggak ngerti kenapa harus dipisah.
Seorang petugas menghampiri kami dan menggiring ke jalur khusus tersebut. Disinilah keluar sifat preman saya
Petugas: mbak mbak ngantrinya sebelah sini.
Saya: kenapa?
Petugas: ya pokoknya disini. TKI sebelah sini
(kalau dah keluar kata “pokoknya”, serasa tak terbantahkan. Dianggapnya manusia seperti kebo yang bisanya manut manut aja).
Saya: Apa bedanya kami dengan mereka? (Saya menunjuk ke penumpang umum).
Sama sama penumpang pesawat yang sama kok dibedakan? (Nada saya sudah mulai meninggi nih)
Petugas: (masih ngotot) TKI kan?
Saya: Emang kenapa kalau TKI? Apa alasannya wong sama sama penumpang pesawat yang sama kenapa pake jalur yang berbeda?
Petugas: (heran dan akhirnya diam. Nggak bisa memberi penjelasan).
Saya dan anak saya pun melenggang ke jalur umum. Rombongan TKI yang ngekor di belakang saya yang tadinya manut aja digiring ke jalur khusus, akhirnya ikutan saya ke jalur umum.
Pada waktu saya ngantri untuk mengambil bagasi, ada seorang perempuan yang nampak lugu sedang kesulitan mengatur barang bawaannya. Banyak sekali dan besar besar. Punya saya aja kalah banyak dan dia sendirian. Saya masih mending karena berdua sama anak jadi masih ada yang membantu. Tentengan si mbak adalah selain koper dan tas masih ada beberapa kardus dan tas plastik gede yang belakangan dia bercerita kalau itu hadiah ulang tahun untuk anak perempuannya. Ditaruh di kereta dorong udah kepenuhan dan khawatir penyok kayak pecel lele. Ditenteng juga gimana bawanya wong tangannya sibuk mendorong kereta yang isinya udah overdosis. Halah..sibuk sekali sih mbak.
Saya akhirnya menawarkan kereta dorong saya yang masih cukup untuk membawa barangnya si mbak.
Mendekati pintu keluar, ehladalahhhh…..kok ya masih ada oknum yang mendekati si mbak ini pake dikawal tentara pula.
Petugas: (ngomong sambil petantang petenteng) mbak harus ke jalur khusus TKI itu ya
Ampunnnnn, rajin amat ya menggiring ke jalur khusus.
Mbaknya: oh iya (nadanya takut sambil ngeliat saya dan minta supaya barangnya dikeluarkan dari kereta dorong saya).
Saya: (nanya ke petugas) kenapa? Kok saya boleh keluar dan mbak ini nggak boleh? Apa bedanya saya ama mbak ini? (mulai meninggi lagi nih nadanya)
Petugas: (rada kaget) lho satu rombongan?
Saya: iya (nada tegas sambil menatap tajam siap untuk nyolok mata si petugas)
Petugas: apanya mbak?
Saya (rada gelagepan karena nggak disangka dapat pertanyaan seperi iu dan dalam sepersekian detik kok ya mulut saya lancar mengatakan) adik saya.
Petugas: (nadanya udah nggak seberingas tadi) Ya udah silakan pergi.
Halah pak pak, mau nggertak aja bawa bawa tentara. Emangnya jaman Suharto?
Mbok ya sadar ya para oknum imigrasi di bandara, para TKI itu derajatnya lebih tinggi dari kalian karena mereka berjuang untuk menghidupi keluarganya bukan seperti kalian yang bisanya cuma memeras minta duit. Sama aja kayak maling.
Kami tiba di kota Surobajul sekitar jam 4 sore kemudian leyeh leyeh sambil membongkar tas mengeluarkan oleh oleh segambreng untuk rombongan ludruk se kelurahan.
Kelelahan selama perjalanan tidak kami rasakan sama sekali meskipun tidak tidur sewaktu transit di Singapore. Untuk itulah malam harinya dilanjut dengan icip icip makanan yang dikangeni. Sebagai pemanasan, yang pertama kami tuju adalah warung makanan di jalan Dinoyo di sekitar bekas bioskop Purnama. Menu yang saya pesan adalah nasi pecel rawon, nasi pecel yang diguyur kuah rawon.. Menu yang nggak umum tapi enak. Yang lain pada pesen makanan yang sama. Sedangkan anak saya pesen nasi bebek di warung sebrangnya.
Setelah perut kenyang hati riang kamipun pulang.
Acara besoknya, napas dulu lah yauw. Insya Allah saya diberi kesempatan untuk meneruskan lanjutannya.
Keterangan foto: Karena saya suka makan, isinya juga tukang jual makanan. Dimulai dari kiri atas searah jarum jam: penjual jajan pasar di pasar Pucang, rombong soto Madura di jalan Ketabang Kali, warung bebek goreng cak Yudi di kawasan Jalan Jakarta, depot sate Ponorogo di jalan Darmawangsa.
pengen nyubit pake tang.
ihhh sebel ngebayangin si petugas!!! you (petugas tukang palak) should go to hell!!
hehehehhe…yang penting si ibu itu sudah selamat bersama keluarganya, Alhamdulillah banget wis.
Hahahaha…bener banget…Kerjanya hanya meras TKI.Salut untuk Mba Evi yang bisa jadi “preman galak” hihihihi…ibu TKI itu pasti sangat berterima kasih ke mba Evi, dan saya bisa membayangkan gimana senangnya si ibu itu sudah ditolongin oleh mba Evi.
Ngandok kuwi hukumnya harus yen mudik. Mengenai semanggi sing nggarahi tipus, mungkin pas ketepakan bakule kemproh. Alhamdulillah selama ini aku ra loro sing aneh2 yen pas muleh nggragas kuwi. Lah…awakmu summer holiday, yo pas bareng aku nek ngono ning, wong aku mulihe 14 Juni – 12 Agustus. Mesthine janjian disik yo ben iso ketemu..
Mulih yo Mbak? Sampeyan jek wani mangan ngandok nang ndi2 yo? Huebaatt. AKu yo “summer holiday” nang Sby Juli-Sept 2008.Sing gak ketekan mangan semanggi soale dilarang keras Bapakku wedi nek kenek typhoid (soale aku tau pas mulih sebelumnya). Nggarai kangen Sby maneh Ning….
Peter: niat awalnya sih bukan membantu Pet. Aku kan juga termasuk golongan TKI, nggak salah kalau aku ikut marah ke petugas. mbak Ine: oh gitu ya mbak? Terang terangan banget ya. Aku pernah liat ada seorang petugas perempuan nyuruh seorang TKI untuk masuk jalur khusus. Pake bentak bentak. Judes amat. Pengen tak pecel aja mulutnya. Sayangnya bukan aku yg disuruh. Lim: yah itulah kalau pinter tapi nggak punya etika jadinya malah minteri. Mbak TJ: Suwun mbakyu. Dowo tapekno mbak, nganti ngos ngosan.
asyiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiik tulisannya…
Aku jg pernah mengalami hal yg sama, aku suruh mbak2 itu masukan uang mereka ke dlm baju dalam ( tentu saja minta dibungkus dgn saputangan ) terus duduk sederet deh.Krn tampangku sdh spt ny jepang, mereka berdua ga alami apa2–dikira aku yg bawa pulang pembantu dr Jpn…ha..ha..ha.mana tahu kalau disini ngga sanggup gaji pembantu ha…ha..ha..ha..Kalaupun lolos dari pemerasan di aiport, akan ada pemerasan lagi waktu di bis dalam perjalanan pulang ke kampungnya.Seharusnya orang yg pinter ajari orang yg lugu ya..
iya…itu dipisahkan antara pintu TKI dengan umum, karena TKI bisa dijadikan object pemerasan.
Mbak itu pasti terima kasih banget krn sudah dibantu, Evia, bravo! 🙂
Hehehehehe…..Betul bah. Yang aku nggak habis mengerti neng, ada temenku yang ogah deket deket sama mereka karena merasa gengsi dan nggak sejajar. Kalau duduknya deketan di pesawat, temenku nih ribut minta pindah. Halah..kenapa pulak. Wong juga sama sama manusia, bukan hantu itu. qiqiqiqiq….
kekeke… ya at least sekian persen pendapatan devisa negara ini dari TKI
Dihidupi sih enggak, tapi mereka menghidupi keluarganya soalnya lapangan pekerjaan di Indonesia susah.Kalau masalah meremehkan, nah itu juga aku yang nggak ngerti apa penyebabnya. Padahal sama sama manusia, cari makan. Ah entahlah, nggak bisa jawab aku.
Neg emang. Kalau bisa dilawan lawan aja. Wong sama sama manusianya.
Sama sama Angky. Mudah2an si “adik” selamat.Gimana kabarnya Angky, lama nggak berkirim kabar. Aku juga sok sibuk nih. Bulan Desember bulannya musim ujian. Sok sibuk banget yah
Tu kan… TKI tu dah setor devisa sekian buanyak, eh masih jadi obyek pemerasan disana-sini. Yang merasa bangsa sendiri pula. Di sana diperas, pulang ke tanah air masih diperas juga…Daku suka sebel klu ada orang yg meremehkan TKI, gak sadar apa klu negara ini dihidupi oleh mereka…
bener mbak….saya juga eneg kalau lihat tingkah polah para aparat yang seenak aja sama para tki…salut dengan keberaniannya..
Makasih cerita serunya Evia … iiihhhh miris banget baca kelakuan itu para petugas, gimana nasib si ‘adik’ semoga dia bisa pulang dengan selama tidak kurang suatu apa ke keluarganya tanpa diganggu lagi di tengah jalan.(aku masih dalam proses menghabiskan cerita Chris dari John Krakau, entah kenapa aku juga susah banget akhir-akhir ini cari waktu longgar … bener-bener aku nih sok sibuk)