28 Agustus 2010.
Pasar Pabean di penghujung bulan Ramadhan. Hiruk pikuk tak pernah tidur dalam 24 jam. Namanya juga pasar, apalagi di kota besar.
Saat itu matahari sedang panas panasnya memanggang bumi. Namun tak ada kata berhenti bagi para perempuan gagah yang tak putus berjuang demi dapur yang harus terus berasap.
Berapa penghasilannya per hari? Berapa kapasitas angkut per orang per hari? Berapa jam dalam sehari mereka bekerja? Ahh…masih banyak pertanyaan yang berjejalan menanti jawaban. Dan saya masih belum sanggup menyapa mereka. Menyapa berarti mengurangi waktu mereka bekerja dan itu artinya berkurang juga uang yang mereka bawa pulang.
Hanya secuil info yang saya dapatkan. Upah mengangkut tiap karung adalah tiga ratus rupiah. Dalam sekali angkut, tiga karung sekaligus di atas kepala. Itu berarti sembilan ratus rupiah sekali jalan. Kurang dari seribu rupiah.
Mereka harus berapa kali angkut supaya mendapatkan 18 milyar rupiah? Entahlah…
Mungkin mereka tak perduli. Tapi apakah wakil mereka juga perduli? Entahlah…
Ngga juga, ngkali.
nah kan, ternyata di beberapa daerah perempuan justru yang dominan menjadi kuli angkut. di Medan dikenal dengan inang inang. Kuli angkut juga. Salam kenal juga. Makasih 🙂
bener juga ya mbak, di pasar beringharjo yang jadi tukang angkut juga perempuan, banyak yang sudah simbah2 lagi.. eh iya, salam kenal mbak Evi, fotonya keren2
tetangga. Bukan dijual di sekolah, tapi mau dibawa ke pasarkan jaraknya jauh jalan besar dengan batas perkampungan *wong ndeso, Teh*
Trus yang bikin kuenya sapa? Kuenya dijual di kantin sekolah?
Hiks…menangis lihat ini…*jadi inget pas manggul kue, sebelum berangkat sekolah untuk ambah2 jajan*Kadang diaksih 200/100, tapi itukan dulu, tahun 90an…
@srisariningdiyah: kalau hati nuraninya gayus masih ada, ngliat ginian mudah2an bisa tersentuh. @nitafebri: dan kenapa kok selalu perempuan. di Bali juga justru perempuan yang jadi kuli angkut. @lafatah: yang jelas supaya dapur tetep ngebul. coba deh kalau ada kesempatan, maen ke pasar Pabean. Tanya tanya mereka.
Miris…Apa yang memotivasi para ibu ini, ya?
Miris yooo..Masih bnyk d temui lg pasar2 tradisional d jawa 😦
si gayus kon ndelok kuwi
podo mbak.ndelok jurnal njenengan sing 18 milar iku. langsung kelingan iki. njomplang men
melu mumetz mbak 😦