Di beberapa buku dengan latar cerita bangsa Persia yang pernah saya baca, sering saya dapati keramah tamahan bangsa Persia. Begitu juga cerita yang beredar luas di kalangan kaum pejalan gembel romantis (backpacker). Salah seorang kontak saya, Dina Sulaeman yang pernah bermukim di Iran, membenarkan kenyataan ini. Gak dinyana nyana, saya mengalami sendiri keramahan bangsa Persia. Bukan di negeri mereka namun di tengah hutan Squamish, tak jauh dari Vancouver, Kanada.
***
Empat hari tiga malam kami menempuh perjalanan sepanjang 1.800 miles (lebih kurang 2.897 kilometer) dengan menggeret rumah mini dari Duluth Minnesota. Rumah mini adalah istilah kami untuk menyebut RV (Recreational Vehicle) / Caravan. Sampailah kami di Squamish campground, lembah sunyi terpencil yang hanya berjarak beberapa kilometer di utara kota Vancouver, Kanada. Selama dua minggu ke depan kami berada disini untuk mendukung salah satu klan Koos yang sedang berlaga di Olimpiade Musim Dingin 2010 (12 – 28 Februari 2010). Ya ya ya ini memang cerita basi, awal tahun 2010.
Musim dingin bukan musim berkemah. Itulah sebabnya banyak campground yang tutup. Pilihan kami menjadi semakin terbatas karena beberapa campground yang buka di musim dingin tersebut belum bersedia menerima pemesanan meskipun kami sudah mulai mencari tujuh bulan di muka. Hampir semuanya menunggu hingga bulan Januari untuk menerima pemesanan. Itu artinya sebulan sebelum penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin. Terlalu riskan! Iya kalau ada tempat, kalau penuh semua bagaimana?
Setelah mencari informasi di belantara internet, Alhamdulilah masih ada tempat dan hanya satu satunya yang bersedia menerima pemesanan, yaitu perkemahan Squamish.
Kami tiba sekitar pukul delapan malam. Hari telah gelap dan perkemahan begitu sepi. Hanya ada sebuah bangunan kecil mirip seperti pos hansip yang berada di halaman depan perkemahan. Setelah celingak celinguk dan disambut gonggongan anjing, dari bangunan induk yang sekaligus juga berfungsi sebagai rumah tinggal keluarlah sang pemilik campground. Ali namanya. Lengkapnya Ali Abolfathi. Pemilik campground seluas 250 acre (kira kira 100 hektar lebih) adalah keluarga imigran dari Iran. Ali tinggal bersama istri dan dua anaknya.
Proses registrasinya hanya sebentar. Yang lama adalah minum tehnya. Eh? Minum teh? Iya, pemilik campground mengundang kami minum teh demi mendapati kami belum makan sama sekali. Saya dan Menik memasuki bangunan induk terlebih dahulu sedangkan suami saya berkutat dengan rumah mini kami seperti pasang selang air bersih, selang air kotor, colokan listrik, menghidupkan saluran gas, mengatur ketinggian dan sebagainya. Bukan waktu yang pendek untuk mengaturnya. Itu sebabnya sejam kemudian suami saya baru muncul di bangunan induk.
Undangan minum teh yang tadinya hanya semenit dua menit, ternyata sampai pukul 11 malam. Bukan sekedar teh yang keluar tetapi cemilan sayur segar seperti wortel dan seledri gendut serta keju menemani obrolan kami.
Keesokan paginya, RV kami diketuk. Ternyata …. nyonya rumah mengantarkan roti wangi yang masih hangat. Roti buatan sendiri. Sang nyonya rumah *Homa namanya* membuat makanan semuanya sendiri termasuk yoghurt, roti dan manisan buah.
Semua event olahraga yang kami tonton diselenggarakan pagi dan siang hari. Kami berangkat dari campground pagi pagi buta usai Subuh sekitar jam 6 pagi. Karena winter, harinya pendek. Jam 7 pagi masih gelap gulita. Namun tidak setiap hari kami menonton event olahraga. Adakalanya jalan jalan di kota atau sekedar menikmati suasana campground. Pada saat tidak pergi inilah, Homa membuatkan roti untuk kami.
Sekali waktu kami diundang makan malam. Kami dijamu makanan Iran yang melimpah. Rasanya terlalu banyak untuk dimakan 7 orang. Ali dan Homa serta dua anak mereka, Ravi jan dan Tara jan, ditambah ka
mi. Tapi toh akhirnya habis juga.
mi. Tapi toh akhirnya habis juga.
Di meja makan terhidang salad dan kabab koobideh. Ini adalah sate ala Iran, berupa cincangan halus daging sapi dan biri biri dengan bumbu minimalis beraroma rempah yang tipis. Ditata dengan hati hati ke tusukan besi pipih lantas dipanggang di atas bara dengan ketepatan waktu yang pas. Dagingnya lumer, juicy dan moist. Wis pokoknya …. slruppp… Wangi pulak. Kabab koobideh ini ditemani dengan zereshk pollo. Nasi kuning dengan taburan kismis dan cranberry kering. Warna kuningnya berasal dari saffron. Rasanya gurih manis.
Saya khusus memasak soto ayam gagrak Lamongan yang komplit dengan kondimennya. Ada poyah, sambel nguleg sendiri dengan cabe lumayan banyak dan jeruk nipis. Duhhh ngecess. Sebagai pencuci mulut, mereka menghidangkan faloodeh shirazi. Isinya soun dingin dengan taburan serutan es dan air gula plus kecrutan jeruk nipis. Ada semriwing wangi mawar. Mantap nian. Percayalah, enakkkk sekali rasanya, meskipun pada mulanya saya cukup skeptis karena soun kok dibuat dessert.
Homa dibesarkan di keluarga besar di kota kecil Khomeyn (nggak tau gimana tulisannya, bunyinya sih gitu), kira kira berjarak 2 jam dari Estefan, Iran. Tradisi makan bareng di lantai masih banyak di sana. Kalau di kota besar seperti misalnya Teheran tradisi itu sudah mulai berkurang atau malah mungkin tidak ada.
Karena dibesarkan dalam keluarga besar, Homa terbiasa menyiapkan makanan dalam jumlah banyak. Belum lagi kebiasaan bapaknya Homa yang sering mengajak teman temannya ke rumah. Bagi mereka, tamu yang datang ibarat raja. Dijamu sebaik mungkin.
Bukan hanya dijamu, mereka *terutama Homa* mengajarkan saya resep resep makanan Iran sekaligus praktek. Beberapa bahan makanan yang susah didapat diberikan ke saya. Homa membuat sendiri hampir semua makanan sehari hari mulai dari roti, yoghurt sampe manisan buah yang berbentuk lembaran tipis setipis kertas.
Selain makanan, mereka juga mengajari saya bahasa Farsi secara umum, bercerita tentang sejarah Iran, beberapa tradisi umum di Iran dan juga tentang keluarga Homa di Iran sana.
Sehari sebelum kami pulang, diundangnya kami untuk sarapan. Saat itulah kami dibuatkan kudapan noon panjereh-ee. Persis seperti kembang goyang dengan wangi bunga mawar dan taburan gula halus. Makanan Swedia juga ada seperti ini, namanya rosette. Itu sebabnya saya bisa beli cetakannya di Duluth. Kami juga dibekelin yoghurt dan manisan buah buatan Homa.
Khoda hafez. Insya Allah bezoodi miibinamet. So long my friends. Till we meet again.
wis kadung akeh. *sak ember*
*ngelap iler*
ndrodos.
*cleguk*
gurih dan manis. Nasinya lengket.
Pake saffron..rasanya gurih, kalo kegigit kismisnya manis.Kalo ala Iran?
Itu kuningnya pake saffron atau kunyit? Rasanya gimana? Manis gurih?
*terharu baca keramahan orang Iran*Akhirnya jurnal pertama setelah sekian lama hiatus, muncul juga. Pecah telor. Senangnya, baca Mbak Via kembali ngejurnal.Saya pernah makan nasi Turkey, pake kismis, warnanya pun kekuningan, sama gak ya? Oomnya suami orang Turkey, jadi sering dimasakin itu nasi. Awalnya skeptis, sama kayak soun kok dibikin desert, tapi ternyata eunak. Apalagi kalo pake sambal terasi. Uhuy.
bikin sendiri sono gih. nasi goreng dikasih kunyit, udah jadi kan. zereshk polo ala mbah dukun. qeqeqeqe…..
wakakakak zeres polonya sangat menggoda deh…
oo ada mbah. yang satu gembel yang satu gimbal. :)))
Ada hubungannya dengan wedus gembel nggak ? wakakakakak
eh namanya sate wedus ? bukannya sate buntel, yang dah dibumbuin itu Via ?
ooo sate wedus, dibungkus sama lemak. Kolesterol mbokkk….
liat satenya daku jadi ingat sate buntel surabaya yang maknyus..
kembang ndangdut. Yo nang kene omah, lagi males lapo2.
ndelok potone kembang goyang dadi eling klo punya niatan bikin juga, cuman yo iku……….peyakit maes lagi kumat, jadi yo ora sido2………btw mbak……………..nang endi ae? sampe kangen aku rek……………….
Alhamdulillah sehat. Lagi bertapa cari pangsit. hihihihi…Gimana kabarnya Ani?
enaknya jadi menik, punya mama yang selalu ngajak petualang. btw, kemana aja mba? udah lama ga ada postingan dirimu. sehat2 aja kan? 🙂
Mudah mudahan suatu hari bisa tercapai ya keinginannya. Iya mirip kembang goyang dan ini lebih tipis dan renyah.
Wah, seru banget petualangannya, mbak Via. Suatu saat aku juga pingin jalan-jalan pake rumah mini, tapi untuk saat ini wallahu alam… hehehe… Oh ya, kembang goyangnya kayaknya enaak tuh… 🙂
bumbu scratch itu maksudnya bumbu dari dasar, bumbu bikin sendiri. Bukan bumbu instan paketan. Jadi bener2 pake barang segar. Begono. Eh jarang posting juga. Sindrome ogah ngempi ya. hehehehe…
aku juga dah jarang posting mba!:))bumbu scratch itu kaya gimana mba?
cepet juga ya. kalau dua kalinya berarti 3 hari.
kmrn mba Intan biz dr Bromo. transit di Cirebon & Semarang sbtr sich sktr 1,5 hari…
Berarti takut sama negaranya ya.
Betul sekali mas Tigun. Suka banget mendengarkan mereka ngomong. Meskipun anak anak Ali dan Homa dibesarkan di Kanada, tetapi mereka lancar berbahasa Farsi di rumah, selain tentu saja berbahasa Inggris. Siaran televisi sehari haripun juga berbahasa Farsi *menggunakan parabola*.
mosok tamune cuek bebek Mus, enggak lah.
kangen juga. Mana ceritamu? lha emang udah hampir dua bulan gak ada postingan baru, yo gak nongol di inbox.Iya, aku bawa segala macam bumbu. Bumbu dari scratch, bukan bumbu instan. Gak cuma bikin soto Lamongan, tapi juga bikin rawon, risoles, lumpia, banyak lagi deh. Uleg uleg aja bawa.
Hampir 3.000 km Ded.Bekasi Malang PP berapa hari ya kira2 kalau jalan nonstop.
Menakutkan bagi yang gak ngerti Ed. Tapi bagi yang sudah pernah ke sana, Iran itu berkesan baik.
Makasih sama sama uni Dina. Wah sayang ya gak jadi ke Iran. Mudah2an lain kali bisa nyambangi Iran lagi. Aku juga pengen ke Iran.
Waktu tugas belajar di London, saya sangat akrab sama kawan-kawan berkebangsaan Iran yang semuanya ramah sekali.Beda dengan yang orang Arab yang umumnya arogan dan maaf saja picik. Kenapa saya sebut picik? Soalnya meski mereka ngaku beragama Islam, minuman keras ditegaknya dan babi disantapnya, dengan alasan bahwa mereka tidak berada di negaranya.
Satu hal yg menawan dari kehidupan Persian. Bahasanya. Coba dengarkan ketika mereka bicara. Nada & rythm-nya terdengar sungguh romantik. Kebetulan pernah mengarungi seluruh dataran Iran dlm 3 bulan mancal sapida di bawah hujan kepedihan perang Iran – Irak 1983-an. Tapi toh romantika kehidupan mereka tetap terpancar, walaupun di bawah bayang2 ketakutan membias, kala itu.
Alamak ini tamunya cuek bebek, yang panting makan hehehe
mba evii..kmana aja? kangeun euy.. aku baca postingan ini sengaja masuk ke blognya ma evi coz gak pernah liat postingan mba evi di inbox.. kirain aku dah diremove sama yuk kusminah!:pduuh asiik bener yah camping pake caravan.. kayak yang di taman safari.. pemandangannya luar biasa bbagus banget!!ramah banget yah imigrant iran ituu.. pasti nagih banget tuh makan masakan Homa.. btw mba evi bawa sgala macem bumbu2 sama krupuk udang buat bikin soto lamongan???
Wah…pemandangannya keren.liburannya jg menyenangkan.More than 2000 km?mm…Bekasi-Malang PP tuh ck..ck..ck…
buswet deh daku sampe terliur liur membaca dan melihat makanan ala Persia yang yahud.Sisi lain dari dongeng negara Iran yang menakutkan…
*ngintip ulang foto2nya…hiks..hiks.. kangen zereshk polo…hwa…
mba… foto2nya canggih bangeeeet.. duh pengen deh bisa motret secanggih ini..hehe..sampai kliatan gitu kelezatan makanan2nya.. jadi kangen deh… baru2 ini sy sempet ada rencana ke iran lagi, ada undangan seminar..eeh.. udah tiwas mbayangin makanan2nya ..tiba2 ada pembatalan dari pihak irannya..duh, sedihnya..makasih sharing cerita n fotonya..serunya..btw, pemandangan di Squamish indah banget…lucky you…:)
iya, keripik pisang dari lampung terkenal sekali. Bungkusnya pake blek.
*kunyah kripiknya*jd keinget kripik lampung yang pake coklat buanyakkkk
hehehehehe…diprotholin dulu yak kalau mau dipaketin. pertama tama dikirim bautnya dulu. ngokkkkMasakan Iran juga ada kok yang gak kayak rempah. Salah satunya ya kabab koobideh itu. Bumbunya sederhana banget.
Oooo…begono. Mereka mahasiswa juga ya? Berarti sudah pulang kali ya.
Masakan iran kayaknya banyak rasa rempahnya ya m’evia? RV-nya dipaketin ke indonesia buat kempingan anak MP gimana mbak evia? :DDD
Gak pernah tuker2an makanan…kan aku dulu jaman kuliah masakannya gak mau refot… serba praktis dan yg penting ada aja…ha…ha…ha. Gak bisa tuker2an deh, gak layak buat ditular soale. Pernah juga malah dibagi sayuran sama tetangga yang dari Cina, sayur segar dr kebunnya. Udah gak kontak2an lagi mbak… itu kan dulu pas masih tinggal di kompleks apartemen khusus mahasiswa dan keluarganya.
Ya betul.
Enggak punya MP, tapi kalau tulisannya di set for everyone, kan bisa dibaca siapa saja meskipun gak punya MP. Service di campgroundnya gak termasuk makanan. Cuma tempatnya doang. Mereka masak buat mereka sendiri. Mereka ngasih ke kami karena baik aja, bukan karena termasuk salah satu service.
weih.. pengalaman seru!
wah keluarga ali punya empi? jadi kaya promosi tempat kemping mereka juga ya.. hebat orang iran punya tempat kemping luas gitu.. dan mengolahnya sendirian, termasuk bikin susu, roti, dll itu lagi ngeces lihat nasi kuningnya.. pake cranberi dan kismis..
hahahaha…mbudalo dewe, jawabannya. Yo wis lho, budal dewe ae, ngejak anak2.
weh mbak.. baca pengalaman2nya jadi pengen backpackeran juga, beneran pengen..waktu itu pernah ngajak suami ealaah jawabannya ..”Mbudalo dewe..” 😦
Di tempat lain enggak tau ya. Tapi kalau di kotaku lumayan banyak. Ada yang dari Syria, Lebanon, Maroko, Yaman, Arab Saudi dan masih banyak lagi. Yang paling banyak dari Somalia. Pemerintah welcome kok dengan siapa saja selama kita gak bikin masalah. Kehidupan di sini gak seperti yang digambarkan di media media.
Sebetulnya begitu selesai perjalanan, aku udah bikin oret oretannya dulu. Tadinya ditulis pake bahasa Inggris supaya keluarga Ali bisa ikut membaca juga. Yang Inggris belum kelar, yang Indonesia udah selesai duluan.Belum kesana lagi, jauh Tin.
iya. seperti khasnya orang2 pedesaan di Indonesia ya.
*sodorin kripik pisang biar gak bengong*
Lampu tua, masih pake minyak tanah. Koleksinya KSB kuwi, seneng barang2 tua, kecuali istrinya yang bukan barang tua. hihihihihi…Masiyo tuwo tetep luwih enom soko KSB.
Kan Anaz juga demen jalan jalan. Kerja di Papua ketoke enak ki.
nyalur iku opo? aku ngertine nyathut, nylolor dan nylonthang. qeqeqeq…Belum Vin, belum mudik. Lagi nyari nyari tiket murah. Biasanya kalau murah gitu transitnya di kota kota yang gak populer. Tapi asik soalnya pengalaman baru. Tiap kali mudik transitnya di Jepang lagi Jepang lagi :(Eh kok malah melenceng. Piye kabar Vina?
Baiknya ya Ir. Malah jadi berteman ya. Pernah tuker2an makanan gak? Makanan Iran enak enak. Si tetangga Iran masih tinggal di sana?
Alhamdulillah enggak cak Iwan. Justru kami sering mendapatkan pengalaman yang sebaliknya. Menyenangkan dan ramah. Beberapa kali kami berhenti untuk menginap di sebuah gas station. Biasanya ada gas station yang menyediakan tempat parkir untuk mobil2 gede dengan gratis, seperti truk dan RV. Ini semacam timbal balik untuk mereka. Mobil2 tersebut beli bensin di mereka dan mereka menyediakan tempatnya seperti tempat mandi dan warung makan. Tempat mandinya gratis kalau untuk para supir truk. Sedangkan kami membayar, lupa berapa dollar tapi murah banget. Dan kamar mandinya bersih sekali meskipun tempat mandi umum. Dapet handuk bersih, sabun dan shampoo. Nah pada saat kami menggunakan fasilitas kamar mandi umum ini jadi perhatian. Perempuan (emak dan anak), yang si emak pake kerudung pulak. Ya walaupun banyak juga supir2 truk perempuan, tapi tetep aja dengan outfit saya yang seperti itu mengundang perhatian. Bukan hal negatif cuma jarang aja terjadi. Gak hanya nggeret rumah bermil mil ini ya rasanya jadi perhatian, waktu kami (aku dan Menik) backpacking keliling Amerika juga jadi perhatian. Perhatian yang ingin tahu, bukan negatif. Biasanya itu menjadi jalan pembuka buat kami untuk beramah tamah dan sering berakhir dengan saling ngobrol. Tak jarang kami akhirnya keep contact sampe sekarang.
Tetep brrrrrrr …. Ada juga yang pake tenda, tapi tendanya didisain khusus, ada bolongannya untuk tempat cerobong. Yang kali ini, kami kempingnya gak pake tenda tapi pake RV seperti yang ada di foto di atas.
banyak kah imigran timteng di us mba evi ? pemerintah US welcome ya dgn imigran timteng yg notabene negara mrk bersebrangan.
homaaaa.. bacanya kog kaya home ya.. benerbener itu homa, berasa jadi keluarganya membaca ini.. orang persia mirip orang aceh, ngajak makan tamu2nya.. kembang goyang wangi mawar.. udah ngerasa di lidah nih.. *jadi inget pangeran dastan.. :Dhebat nih memorinya ini kan udah 2 tahun lalu ya? masih suka kesana lagi?
baru kenal tapi ramahe pol yo mbak…
bengong, nyimak aja yaaaa
mb, aku seneng ndelok foto lampu senthir-mu, ik …
m’Evia kok nyalur, yaaa ..BAruuu aja kapan hari itu saya mbatin, “m’Evi kemana, ya? Jangan-jangan lagi ke Endonesah. Kok lama enggak nongol.”Eh, belum sempet dikirimin PM, postingannya udah nongol …
Perjalanan Mbak Evie selalu bikin berdecak kagum dan iri #kapan yo anaz melu heheheNek ngene iki tertantang kerja di papua ajahSekalian mbolanggg
Asyik banget! Selain bisa kemping dan nonton olimpiade musim dingin juga dapet sahabat baru. Dulu juga ada tetanggaku yang dari Iran, suami istri, ramah banget juga. Pas ketemu di walmart lihat kita gak bawa payung pas hujan besar, langsung nawarin berpayung bersama ke halte bus…he…he. Tiap ketemu di bus dlm perjalanan ke kampus, pasti ngobrol.
Selama nggeret rumah mini bermil-mil, apakah sampeyan pernah mengalami kejadian – kejadian yg gak menyenangkan di tengah perjalanan?
emang kemping pas musim dingin gak brrrrrrrrrrrrrrr brrrrrrrrrrrrrrr apa, mbak?eh..kempingnya gak pake tenda ya? *norak* :”>
Itu yang sering aku denger juga dari orang orang Iran. Mereka gak takut dengan pemerintahnya. Aku inget wawancaranya jurnalis Amerika ke Ahmadinejad. Kurang lebih pertanyaannya mengenai kebebasan kaum perempuan Iran. Gak banyak ngomong, presiden Iran cuma nunjuk jurnalis lain (perempuan Iran) yang kebetulan ada di sana.
lha iku wis adoh nyebrang segoro. Aku durung tau lho ke Kalimantan. Pengen neng omah betang (bener yo jenenge, omah panjangnya orang Dayak?)
waktu saya di Inggris, berteman dg beberapa orang Iran. kayaknya sih mereka ok, dan mereka bangga dg negaranya. berbeda dg beberapa teman malaysia saya, yg takut kalau pembicaraan akan sampai ke pihak kerajaan
aku kapan yo bisa jalan jalan jauh kayak gitu…?mencukupkan diri dengan keramahtamahan ala jogja aja deh