Setahun sekali public schools di kota Duluth, Minnesota mengadakan Celebrate Asia. Semacam festival seni dan budaya dalam lingkup sekolah sekolah di Duluth dan pesertanya adalah negara negara Asia. Selain booth (stand), ada pertunjukan kesenian dan demonstrasi kerajinan. Sebagian besar pengunjung adalah murid murid sekolah beserta guru guru dan orang tua murid.
Enggak semua negara Asia terwakili karena tergantung ada tidaknya orang orang dari negara yang bersangkutan. Tetapi makin kesini, pesertanya semakin bertambah seiring dengan semakin beragamnya imigran dari berbagai negara, dan itu termasuk mahasiswa mahasiswa internasional maupun siswa siswi yang mengikuti pertukaran pelajar.
Indonesia, yang diwakili oleh saya dan Menik hampir selalu berpartisipasi. Menik dengan tari Ngremo dan saya dengan property pribadi. Hampir setiap tahun Menik menari ngremo sampe kadang bosen. Pengen tari yang lain seperti bondan tapi gak punya kendi. Pas mudik 2010 lalu sempet kepikiran untuk bawa kendi, tapi bingung juga bawanya. Tentengan udah banyak, kalau dimasukkan bagasi kuatir pecah.
Property pribadi yang diusung untuk festival seperti cobek, congklak (dakon), mangkok dari batok kelapa, sendok nasi dari batok kelapa, tempat nasi dari anyaman bambu, berbagaii bentuk bakul bambu, batang vanili untuk dibagi bagikan bagi yang berminat, peta Indonesia dan film pendek tentang Indonesia dan lain sebagainya. Selain property pribadi saya juga pinjam barang barang dari sekolah. Koleksi mereka lumayan komplit. Ada wayang golek, angklung, miniatur rumah adat Toraja dan patung komodo.
Sehari sebelum acara, saya udah boyongan barang barang dari rumah. Maksudnya biar pas hari H nya enggak ribet gotong2 lagi secara saya juga musti ngurusin dandannya Menik. Barang dari sekolah juga sudah saya pesan ke koordinatornya mana saja yang bakal saya pinjam.
Pas hari H nya, saya datang agak terlambat karena nungguin Menik pulang sekolah. Setelah Menik nyampe rumah, langsung kabur ke tempat festival dan segera ambil barang barang dan menata meja. Enggak disangka sangka, angklung pesanan saya udah raib. Begitu juga congklak milik saya pribadi juga udah enggak ada. Mau nanya ke koordinatornya, entah pergi kemana, sibuk banget. Akhirnya saya keliling lapak masing masing negara. Ealaaa…ternyata ada di lapaknya Malaysia.
Ada perasaan enggak enak, soalnya salah satu dari mereka adalah teman baik. Tapi gimana ya, saya kan udah pesan angklung duluan. Akhirnya saya beranikan untuk meminta dan ditambahi keterangan “angklung kan kesenian asli Indonesia.” Mereka beralasan bahwa di Sabah juga ada angklung. Weh…angklung Sabahpun asalnya juga dari Indonesia. Panjang lebar saya jelaskan bahwa pencipta angklung adalah orang Bandung dan pertama kali pertunjukan kolosal angklung adalah pada saat Konferensi Asia Afrika tahun 1955. Sumber: angklung mang Udjo. Malaysia aja belum berdiri waktu itu, bagaimana mereka bisa mengklaim kalau itu kesenian mereka.
Akhirnya saya bawa aja deh angklung ke lapak saya. Tega tega’an ngeliat wajah melas teman saya. Saya gak mau dong orang orang luar lebih mengenal angklung adalah kepunyaan Malaysia wong aslinya milik Indonesia. Dari sini saya punya tekad, suatu saat saya akan mendatangkan angklung dan akan mengajar anak anak di sini. Entah gimana caranya. Itu mimpi jangka panjang saya. Saat ini yang sudah disetujui adalah proposal saya untuk mengajar bahasa Indonesia.
Kelar urusan angklung, saya cari cari congklak saya. Kok ya ndak ada. Tanpa mikir panjang, saya datangi lapak Malaysia, dan voilaaa…ternyata ada di sana sodara sodara. Makin gak enak deh sayanya. Saya beri alternatif untuk menggunakan congklak milik sekolah ketimbang menggunakan milik saya. Demi melihat bentuknya yang milik sekolah, mereka lebih milih punya saya. Maklum deh, punya saya kan lebih bagus, bolong2nya lebih banyak dan kayunya halus. Buatan Indonesia gitu loh.
Tentunya nggak saya kasih dong.
Selama festival tersebut, angklung menjadi salah satu penarik perhatian terutama anak anak. Mereka antusias mencobanya. Kebayang kan kalau angklung tersebut berada di lapak Malaysia dan orang orang terlanjur tahu kalau itu dari Malaysia. Nantinya kalau saya cerita kalau itu dari Indonesia, ntar disangka mendompleng. Hadehh…
Jadi enggak salah kalau saya berpikiran untuk menularkan ilmu bermain angklung ke anak anak mungil itu suatu saat nanti. Insha Allah.
bisa banget cak Iwan. Kalau udah terlatih, Insya Allah enggak keteteran. Ini ada beberapa lagu yang dimainkan secara solo. Nemu di youtube. 1. Lagu Umbrella, permainannya digabungkan dengan band2. Lagu klasik Beethoven symphony no.5 dimainkan bertiga. 3. Contoh angklung satu set yang bisa dimainkan solo.
wuihh.. main solo? apa gak keteteran tuh? belum pernah lihat sih performa spt ini.
Wah top tenan anaknya cak Iwan.Mumpung lagi Indonesia, sekalian beli satu set angklung cak Iwan, bisa dimainkan solo. Digabung dengan permainan piano pasti sip.
Wah, saya kok ketinggalan baca bahasan yang menarik ini. Terimakasih sharingnya, mbak Evia.Oiya, putriku Nana selain hobby main piano, juga sering tampil di mall-mall dengan tim angklung-nya lho :)Semoga ia tetap semangat melestarikannya.
waduh…bikin mewek Sarah..Makasih do’anya ya Sarah…
*saya menangis bacanya*Menangis karena terharu. Terharu sama sampeyan, mbak Via. Semoga dimudahkan ya, untuk melestarikan, dan mengajar angklung/budaya indonesia di luar negri. Kebayang, kalo orang2 indo yg ada di LN, apatis, tak peduli, budaya indonesia diklaim negara tetangga.
sami sami mbak Nur 🙂
suwun mbak, catet, ntar kalo ada kesempatan mudik, pengin beliin buat khansa 🙂
Kalau yang tradisional bisa beli di Mirota mbak Nur. Bentuknya macam2. Ada yang panjang ada yang lipat.
Iya, emang gak semuanya. Ada beberapa (gak tahu berapa banyak), yang sudah menetap di Amerika selama beberapa generasi atau yang baru satu generasi, kalau ditanya ya bilang orang Amerika. Bukannya mereka enggak bangga dengan nenek moyang mereka yang dari Cina tapi mereka sudah mengAmerika sehingga kebudayaan nenek moyangnya enggak tahu banyak. Jangankan seni budayanya, bahasanya aja juga nggak tahu. Karena pertanyaan “kamu dari mana” dipandang sensitif berbau rasialis menurut orang sini, maka pertanyaannya diubah menjadi “nenek moyangmu dari mana”
blasteran antara bapak dan ibunya. *melet*
beli alat main congklak kalo di sby dimana ya mbak?
Lah tak pikir mBak Evi dah baca disana jee…Dalam hal ini aku belajar banyak dari bangsa China.Jumlah mereka dalam rangka sebaran di atas permukaan dunia barangkali adalah yang paling besar dibandingkan bangsa lainnya. Namun, meski tak berusaha men-generalisasi keadaan, sebagian besar dari mereka ketika ditanya tentang kebangsaan, mereka dengan bangga akan menjawab “Yes, I’m chinesse!” meski mungkin mereka sudah puluhan tahun pindah, menetap dan menjadi warga negara Amerika Serikat, misalnya.Kalau China bisa demikian, kenapa kita tidak? Kalau India bisa, kenapa kita tidak?http://donnyverdian.net/2011/08/18/kitaindonesia-kita-bangsa-indonesia.html
Iya mBak..Mari sama-sama bermimpi, 2012 mulai gerak n bangunn…
Ealahhh..Menik ki bul ra ketok nek blastrean yaaa….Misale ketok blasteran pantese ya blasteran Madiun Nganjuk kok kuwii..:))
hahaagak tahunya Evia Junior yaaa….
qeqeqeqeq…kalau gitu aku ralat aja komen sebelumnya. Udah kadung ngomong.
Amiinn.Suwun yo.
Ada linknya gak?
Sopo maneh yen ora Menok.
Pura2 gak tahu kau! Itu kan Mbak Evi waktu masih remaja! Weekkk!
Pinjem jarinya yaaa…hua…ha…ha.
Kenalin dulu nyuci kemben di pojokan nohhh… baru seteah itu belajar congklakk..#mlayuu :))
Seneng banget kalo nambah banyak orang-orang Indo masih mau share ttg ke Indonesiaannya gini…Hemm, teringat Kang DV ttg Bangsa Indoensia berbading Bangsa China. Dimanapun orang China meski sudah bukan warga China toh tetap bangga sebagai bangsa China…Ayo Indonesiaaaa, bisa bisaaa….Aku nek nembe ngomong ngene iki blas lali masalah korupsi lho mBakk… hihihi…Sip mbakk, moga mimpi sampean n mimpiku bisa di sinergikan, ehh apa sihh 🙂
Belum baca komentar,mau nanya photo, kuwi sing nyekeli angklung sapa mBakk…???
kerajinan ngupil. qiqiqiqiqiqiq…
Ya itu dia, mancala! Ada di toko mainan. Di sekolahnya anak2 sempat ada Craft night yang ada tema internasional, jadi kerajinan internasional yg bisa diajarkan dengan mudah. Aku bingung, mau ngenalin kerajinan apaan yg gampang dan bahannya ada di sini, wong aku juga gak bisa bikinnya… dasarnya tanganku panas, gak terampil ha…ha…ha. Ya sudah, gak jadi ikutan.
Ada. namanya Mancala. Di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara juga ada dan dengan nama yang berbeda. Di Thailand disebut Mak Khom, di Malaysia disebut Congkak, di Philipine dibilang Sungka, dan sebagainya.
Oh ngono ceritane. Oalah…. untung mbak Evi tegas dan gak pake sungkan2 ya menuntut balik itu angklung dan congklak. Eh, kalau congklak, kayaknya di Afrika juga ada ya?
weleh…ternyata udah terkenal begitu ya Malaysia itu. Gak di negerinya gak di luar negeri, kelakuannya sama saja.
itu makanya May, kalau lagi ada acara kumpul2 dan ngomongin budaya kadang aku ngerasa kepepet. Ada yang belajar angklung dari kecil dan menganggap itu kesenian mereka. Seni batik juga begitu, mereka pada pake baju batik rame rame meskipun batik yang dipakenya kasar. Untung juga aku bisa membatik jadi bisa cerita panjang lebar sejarahnya. SEJARAH. Itu mereka yang gak paham.
wah asik, cah cilik cilik main angklung.
Setiap kali baca postingan teman tentang festival budaya Asia, pasti deh Malaysia selalu mengaku-ngaku budaya Indonesia sebagai budayanya.
makanya berani macem2 😀
ntar kartinian TK B mau main angklung lhoooooo
Hah??? Banyak sekali. Pasti gede acaranya. Angklungnya beli dimana? Mang Udjo kah?
Lebih banyak orang Indonesianya ya, makanya gak berani macem2. Di tempatku banyakan Malaysianya.
ya radio nombok 9 juta :)))))
Ada cuma 3. Gak berani macem macem ..
Di tempatmu ada orang Malaysia juga kah?
Mantabs hehehehe
Pemerintah Indonesia yang geblek. Mosok pengusaha dikasih hak untuk membabat hutan, Geblek banget. Dulu pernah aku omong2an ama temenku yang orang Malaysia, yang nada2nya nyalahin Indonesia mengenai asap kiriman itu. Belakangan dia menyadari kalau asap kiriman itu ternyata dari kebun kelapa sawit dimana pemiliknya adalah perusahaan Malaysia. Nah kan?
Betul betul betul. Kebun kelapa sawit kan kebanyakan punya perusahaan manusia tp kenapa yg dibasmi org indonesia sm orangutan, nyebelin! Atau pemerintah kita yg bodoh mau dibodohi mereka ksh hak usaha sama mereka. Berasa masih dijajah kita, mbk evia.. 😦
Motretnya terlalu jauh, gak begitu ketara. Tapi dulu pernah motret pas ada festival di Twin Cities. Ada di sini: http://enkoos.multiply.com/journal/item/226
Masih berupa niat Ning. Udah pengen dari lama, kendalanya gak punya angklung. Mendatangkan dari Indonesia biayanya mehong, belum lagi perawatannya. Kan di sini udaranya kering, bambunya bisa retak kalau ruangannya gak dikasih humidifier. Wuih keren ya anak kecil main angklung. Tadi juga gitu, ngliat anak2 pada nyobain main, gerakannya lucu2. Disuruh shaking, lha kok malah bodynya yang shaking. hahahahaha….ibunya ampe ngakak ngakak.
saluuuuut!..untungnya mbak Evi berani berdebat dgn yg punya lapak Malaysia.Mbak, photo Menik menari gak ada? pingiiiin lihat 🙂
salut sama niat mba Evia buat ngajarin anak2 kecil main angklung di sana.. Saya pernah ke Saung Angklung Ujo, ada anak kecil, umurnya belom 3 taon, ngomong belom lancar, udah ikutan main angklung.. lucuuu…
hahahahaha…..ntar kasih stempel di jidat, made in Indonesia.
Hehehehe…satu lagi wet, asap dari pembakaran hutan untuk dijadikan kebun kelapa sawit, itu sapa yang bikin? Perusahaan dari Malaysia.
Karena ketidak tahuan mereka.
Hati-hati Mbak Evia, jangan-jangan nanti Menik juga akan di-claim sebagai anak Malaysia wkwkwkwkw
Pernah ngukur kayaknya 😛
Dan repotnya, mereka kok gak baca sejarah. Mustinya kan bisa ditelusuri sejarahnya.
iya, apalagi kalau pake lagu kebangsaan, biasanya suka mewek kalau di tanah rantau.
Amiinn Angky. Makasih Angky untuk doanya.
Teganya ngaku2, tp giliran teroris kok g pada mau ngaku ya.. :))
@mas wibwkwkwkwkwkwkwk… koq tau? pernah ngukur ya?
hadeh… ternyata rebut merebutnya udah sampe sana…
ga mungkin…. kecil kmungkinannya.. orang malaysia juga sadar diri kalo pakai koteka kayak anak bayi pakai sepatu ukuran 42.. :))
Walah walah, kirain hanya orang Malaysia yang masih tinggal di Malaysia saja yang suka ngaku-ngaku dan mbajak kesenian Indonesia, ternyata mereka yang sudah tinggal di Amriki juga masih suka ngaku-ngaku angklung dari Malaysia. Reog Ponorogo, Angklung, Lagu Rasa Sayange, trus apalagi yah?. Gak kreatif banget yah..Salut untuk Mbak Evia yang berani dan tegas menunjukkan sikap ke orang Malaysia walau pun teman sendiri.
keren, aku seneng mba Evia, congklak bagus dan angklung dijelaskan mba Evia, salutkoq berasa Nasionalis ya baca jurnal ini, ikut bangga*dan lagu tanah airku tidak kulupakan sayup2 jadi background*
Hebat nih Evia, semoga rencana jangka panjangnya segera tercapai, ya
Makanya belajar kesenian Indonesia yuk, sebelum diaku negara lain.
Sebetulnya ada perasaan enggak enak, karena teman. Tapi aku tega tegain deh sambil ngebayangin nantinya pasti gondok kalau orang luar taunya angklung dari Malaysia.
Daripada kesenian kita diserobot orang.
Kalau penduduk tetapnya ada 2 orang lagi. Belum yang exchange student dan mahasiswa internasional, gak kedeteksi kalau mereka gak pernah kumpul2.
duh di luar negeri aja antusias sekali yadi sini jarang ada yang antusias mengadakan acara semacam ini
hmmm yo pantes..partner in crime, ga’ dimana2 ternyata untung mbak evie bisa ngerebutnya lagi..:P
wah duta indonesia yang hebats dikau ini Via :))
yang orang indonesia disana cuma berdua menik ya mbak? di duluthnya maksud..
enggak sempet. Di lapak sendiri juga sibuk, gak sempet ke mana mana.
wuih ikutan belajar origami ga di lapak sebelah?
manthuk manthuk.
Maklum pak, mereka enggak melek sejarah.
Wayangnya ada Tin, di pinggir sendiri, deket ama lapaknya kerajinan origami. Menik barusan selesai menari, baju tarinya udah ganti baju biasa. Itu udah mau kukut, baru sempet motret.
gak ada keris, gak ada suling. Yang tampak seperti suling, mungkin kolintang mini yang berada di bawah angklung. Kain batiknya buat penuh2an aja. Pengunjungnya gak ada yang nanya. Aku juga gak bawa peralatan membatik.
*manggut2*…….
Namanya aja Malingsia, apa aja yang milik Indonesia diakuinya.Kagak malu ya?
ga ada wayang ya? juga napa menik ga pake batik ato kebaya gitu?
fotonya ga bisa digedein.. itu ada keris? ada suling, patung komodo, gelas berkaki satu isi vanili? bakul beras.. depannya menik itu bakul isi kain batik? termasuk sendok malamnya buat ngebatik? chanting?
Dari Jepang. Lapaknya sedang mendemonstrasikan origami.
weheheheh…mau mlototin simbah yang disebelah itu…. :))ehh btw itu tetangga dari negara mana sih?
hehehehehe….fotone biasa biasa ae, apanya yang mau diplilikin. Njepretnya juga pake auto dan flash.
hahahhahahaah….KSB kan nama alias. Ya pake nama asline tho.Sik tak bantu nyarikan ya…Nih: ada di Antara. Linknya: http://www.antarafoto.com/seni-budaya/v1281009026/belajar-budayaLink: http://www.antarafoto.com/seni-budaya/v1281009040/belajar-budaya
kurang…ahahahhahakebiasaan ngeliatin detil poto (grain) kalo di Flickr
wow…punya rekamannya? Praktek lagi May, sapa tau ntar ada gunanya. Diwariskan ke anak cucu biar gak punah. Daripada nanti diaku aku negara lain, kan repot. Lha ya itu ngapain congklakku juga dipinjamnya, katanya punyaku lebih bagus.
kwkwkwkwwkwkwkwk…..Koordinatornya lebih pinter, karena tau bahwa angklung asalnya dari Indonesia.
Enggak Shan. Lagi males majang hal hal tentang batik. Ini tadi maunya majang kehidupan sehari hari seperti cobek, hasil bumi (vanilla dan kayu manis), permainan tradisional anak anak. Hal hal begitu kan diminati anak anak soalnya pengunjungnya sebagian besar anak anak.
udah gugling dengan kalimat kunci Kang Sting Bajakan, metune link2 ke MPers tuh mbak 🙂
hehehehehe…di MP ini kan sudah cukup gede. Mosok kurang gede tho.
kalau nggak ngeyel, ntar gigit jari.
Hayukkkk…Eh, waktu ada workshop gamelan di salah satu mall di Surabaya, KSB diminta main lho mbak Niez, tahun 2010. Pas lagi asiknya halan halan di mall ditawarin sama leadernya. Dasar KSB, ya hayuk hayuk aja. Selain main gong juga main bonang. Ampe diliput media. Coba sampeyan googling nama KSB gamelan, ntar kan muncul tuh. Mukanya tegang. Hahahahaha….
Woooo… Nari Anjasmara saja *aku masih inget tariannya meski sudah 18thn yg lalu, wkwkwkwkwk.. Satu2nya tarian Jawa yg aku ingat…Pantas saja koordinatornya Bla-Bla-Bla *bolo ama yg ngambil ituh ya. Iihhhh, nyebelinnya kok dia juga ambil congklak punya mba evi sih? *coba aku disitu, mulutku pasti dibekep mba evi wkwkwkwkwk
Sebetulnya mereka enggak niat merusuh, tetapi karena enggak tau aja. Buktinya sempet bilang kalau di Sabah ada. Padahal Sabahpun dapetnya dari Indonesia. Kalau congklak enggak cuma Indonesia tetapi Brunei, Thailand, Malaysia bahkan Afrika. Yang aku tau di Afrika namanya Mancala.
woooo….pantes !!jangan2 ada koteka juga diaku sebagai milik malaysia ? 😀
Iya, nari ngremo. Saking udah seringnya nari ngremo, nggak pake latihan udah apal. Makanya bosen dianya, pengen yang lain.
mbak, peta batiknya mb Evia ikutan nampang gak ?
Yang salah sih koordinatornya kenapa ngasih ke mereka. Kan aku sudah pesen duluan sehari sebelumnya. Pssstttt … koordinatornya juga orang Malaysia.
dingkliknya dipake ngosek sumur.
keliatan di MP kok :Dcuman pengen liat versi jumbonya.padahal aku udah login flickr-ku loh Mbak, ternyata emang privat beneran 😀
sovenir segede gitu?
lho lho…klompenmu keri.
mba kus emang tukang ngeyel…top markotop lahhh
dari MP gak bisa keliatan? Kan udah gede ituh. Iya di Flickr diset private.
menik nanti mainan gamelan yahh…:-)
itu malaysia bikin ku gregetan deh.. padahal temen ya? mo merusuh apa gimana? emang dia ga bisa cari angklung sendiri dan buktinya itu dari negaranya? apalagi congklak?bangga mbak, mau ribet begini demi indonesia.. salut deh..
mb Eviaaaaa…..aku bangga padamu dan Meniktiap baca tentang festival yg mengusung Indonesia di LN rasanya mongkok deh mbak, bangga2 gimana gitu :)jadinya Menik nari ngremo ?
Serius, mba??? Tega bener diambil seenaknya *parah tuh.. Temen2 sih temen, tapi kalo gitu caranya ga fair ah…Keren ya ada festival semacam itu… Salut utk Mba Evi dan Menik yang sudah menjadi Duta Indonesia di Duluth…
main angklung kan sambil duduk di dingklik…. sekalian rebutan dingklik juga dung :p
Wis ah…*mlipir mulih*
klung..klung kluuuungg…..*goyangngin angklung*….weww….serem juga yah tetangga satu itu…..main comot wae….btw potonya kok privat yah 😦
Bukan ngambil dari mejaku Feb. Mereka ngambil dari tempat penyimpanan atas seijin koordinatornya sedangkan aku sudah minta ijin sehari sebelumnya. Masalahnya adalah, pada hari H nya mereka datang lebih dulu ketimbang aku sehingga barang itu diambilnya. Yang aku gak habis pikir, mereka kok gak belajar sejarah, bahwa angklung itu dari Indonesia meskipun di Sabah ada. Kan Sabah juga dapetnya dari Indonesia.
Sebetulnya mereka sudah ijin sama koordinatornya sedangkan aku ijinnya sehari sebelumnya. Enggak tau gimana kok koordinatornya ngasih aja. Tahun depan kayaknya musti bawa sendiri deh. Kesel rasanya.
Wohhhhhh
boleh mba… mana dingkliknya? pesen yg pake busa ya, soalnya yg dudukin org kurus nih :p
Alasannya sih karena di Sabah juga ada angklung. Padahal angklung di Sabahpun juga dari Indonesia.
Heh??Padahal sebiji mahal ya. Sapa yang nombokin?
Mereka enggak tau kalau angklung itu asalnya dari Indonesia.
asik juga itu. wah kalau disuruh makan beling, penontonnya pada lari.
pake dingklik gak? 😛
Ya ampunnnn, koq tega ngambil barang dr meja org ya? *itu aja dah ga bener :(En ya ampun lagiiiii, baca komen mba ari
lha piye to? kok ra ijin dhisik main embat ae…ckckckck….btw itu Menik yo?, ayune rek..
Weeeehhhhhh…..
*dibajak malaysia… 😦
ya ampiyun jadi inget…beberapa minggu lalu ada acara offair radio, kita provide angklung ratusan biji buat dimainin para pengunjung yang ditaruh di masing2 kursi, tapi lupa bilang “jangan dibawa pulang”… alhasil 300 biji angklung raib tak berbekas, dikira souvenir, wakwakwakwakkkkk rugi bandar…
haduuh… malaysia..malaysia… gak kreatif banget ngaku2in barang punya orang terus.. :(untung mb Evia bisa ngambil balik tu angklung sama congklaknya..
wah kalo aku diajak, mau main kuda lumping…tapi jangan disuruh makan beling ya..
pertamax dulu ah… :)*baru dibaca :p*