Surabaya – Makassar – Tana Toraja – Poso – Ampana – Togean – Ampana – Palu – Surabaya
Beberapa kali saya mendapat pertanyaan tentang perjalanan yang pernah saya lakukan. Banyak yang sudah diceritakan di jurnal MP, tapi banyak juga yang belum. MPnya sekarang dah bangkrut dan postingan2 saya pindahin ke WP.
Yang akan saya ceritakan sekarang ini adalah tentang jalur dan cara perginya karena cerita tentang pengalaman pengalamannya banyak di jurnal saya meskipun masih banyak yang belum ditulis. Saya mulai cerita dari yang paling inget, yaitu perjalanan menjelajahi pulau Sulawesi tahun 2008. Surabaya – Makassar naik kapal laut, perjalanan 36 jam dengan kapal DLU (Dharma Lautan Utama). Jauh lebih murah ketimbang kapal PELNI. Bertiga satu kamar 820ribu. Situsnya Dharma Lautan Utama: www.dluonline.co.id
Karena nyampe Makassar hampir tengah malam, kami menginap di hotel. Kebetulan sekali ada hotel di depan pelabuhan, cukup jalan kaki 5 menit nyampe deh. Nama hotelnya “hotel Agus.” Bangunan hotelnya kecil, terdiri dari tiga lantai. Kamar kamarnya di lantai dua dan tiga. Sedangkan lantai dasar untuk travel. Sewa kamarnya murah, 160ribu semalam. Meskipun murah, kamarnya bersih.
Besok paginya, kami berangkat menuju Rantepao, Tana Toraja dengan naik bis Litha. Ini bis yang direkomendasikan sahabat saya. Beberapa kali ke Tana Toraja naik bis Litha, gak mengecewakan. Bisnya keren, nyaman dan pelayanannya memuaskan. Kami berangkat dari kantor bis Litha. Ongkosnya sekitar 100ribu. Ada beberapa kali pemberangkatan baik itu bis AC maupun non AC. Sayangnya, bis Litha gak ada situsnya, kalau membutuhkan informasi lebih detil silakan hubungi alamat kantornya:
Jl Gunung Merapi 135, Makassar Tlp +62.411.324.847, 311.055
Dalam perjalanan Makassar – Rantepao yang ditempuh selama 7 – 8 jam, bis berhenti sebanyak tiga kali. Yang pertama di daerah yang gak jauh dari Makassar. Lupa saya namanya. Belanja cemilan. Kalap deh. *Tukang makan*. Yang kedua di rumah makan Mallusetasi di Kupa Barru.
Rumah makannya bersih, toiletnya banyakkkk dan bersih. Setiap kali ada yang keluar dari toilet, langsung ada seorang ibu yang masuk untuk membersihkan. Yang ketiga di sebuah rumah makan yang jaraknya beberapa jam dari Rantepao.
Rantepao kota kecil. Kemana mana cukup jalan kaki atau naik betor *becak bermotor*. Gak ada becak onthel karena kontur tanahnya berbukit bukit. Kasihan tukang becaknya, bisa gempor. Eh salah deng, dulu tahun 1999 saya berdua Menik pernah ke sana. Becaknya imut. Jauh lebih imut dibanding becak Surabaya, makanya Menik gaya pol, pengen naik becak sendirian. Duduknya di tengah dan pake merentangkan tangan.
Itu dulu waktu Menik masih umur 4 tahun. Kecil kecil dah kokehan polah. Sayang saya gak punya fotonya. Sebetulnya banyak tapi hard disk jatuh ke lantai, data datanya gak bisa diakses sehingga foto foto dari tahun 2000 musnah termasuk foto foto becak di Rantepao.
Selama di Rantepao, kami menginap di Monton guesthouse yang dikelola oleh Pak Panubak dan anak mantunya. Ceritanya ada di sini: Monton Guest House. Sewa kamarnya murah, semalam 75ribu sudah termasuk sarapan. Kalau lagi musim, dapet gratisan minuman khas Torajapun seperti jus tamarilo alias jus terong belande. Karena dikelola keluarga, suasananyapun kekeluargaan. Gak jarang saya masuk dapur mereka untuk bikin sarapan sendiri. Pada hari ke sekian, pak Panubak mengundang kami untuk mencicipi makanan khas Toraja yaitu pa’piong. Sayang sekali kami harus pergi sehingga enggak bisa memenuhi undangan tersebut.
Di Rantepao, kegiatan yang kami lakukan adalah trekking, menonton upacara kematian Rambu Solo’, white water rafting di dua sungai yaitu Maiting dan Sa’dan. Cerita raftingnya ada di jurnal ini: Arung Jeram di Salu Maiting & Salu Sa’dan. Yang berminat untuk mengikuti kegiatan adat dan petualangan di Toraja bisa menghubungi sahabat saya, Agustinus Lamba di Indo Sella : www.sellatours.com
Dari Rantepao kami menuju ke Ampana dengan menyewa mobil. Lupa berapa sewanya. Berangkat pagi sekitar jam 9. Berhenti di Palopo – masih di Sulawesi Selatan – untuk makan siang di rumah makan Ulu Bale Laut. Makanannya murah murah lah mbokkkk. Foto nomer 3 s/d 7.
Lanjut perjalanan, eh di tengah jalan banyak buah rambutan digantung di depan rumah penduduk. Rupanya sedang musim rambutan. Satu ikat 8ribu saja. Sikat bleh tanpa tawar menawar. Belum jauh berjalan, eh ada durian juga. 😛
Gotong tiga biji dan digantung di depan mobil.
Hari sudah gelap ketika kami memasuki seputaran danau Poso – udah di Sulawesi Tengah nih. Saat memasuki kota Pendolo – salah satu kota di pinggir danau Poso – kami berhenti untuk melapor di pos polisi. Ini prosedur standar karena Pendolo gak jauh dari Poso yang sempet terjadi kerusuhan. Selesai melapor, kami ubek ubek nyari penginapan. Kotanya sejuk dan sepi. Dapet deh penginapan di pinggir danau, namanya hotel Mulia. Model dangau berdinding anyaman bambu. Bersih. Gak ada listrik. Lagi lagi saya lupa berapa sewa kamarnya per malam. Yang jelas murah banget, karena sepi.
Kami makan malam keluar hotel karena hotelnya gak ada restoran. Untung gak jauh dari hotelnya ada warung makan jual pangsit mi ayam, nasi rames, nasi rawon. Duren yang kami beli di perjalanan kami serbu malam itu, kecuali KSB yang gak ikut ikutan.
Besok paginya kami main main sebentar di danau sebelum melanjutkan perjalanan. Siangnya kami berhenti di Tentena untuk makan siang. Selesai makan siang, lanjut perjalanan, eh… ketemu air terjun Saluopa. Berhenti sejenak buat jebur jebur dan berfoto foto.
Lanjut lagi dan berhenti untuk makan malam di rumah makan ikan laut Pangkep. Namanya rumah makan, tapi kondisinya gak beda dengan warung. Ikannya segar segar.
Selama kami dalam perjalanan dari Rantepao ke Ampana, hampir selalu makan ikan. Masih segar dan murah pula. Rata rata sekali makan gak sampe 100ribu untuk berenam. Itu sudah kenyang sekali. Satu orang satu ikan yang gede plus bonus sup udah termasuk minum, lalap, sambel, kobokan 😛
Lanjut. Beberapa jam menjelang Ampana, ada jembatan putus. Kata banyak orang, daerah tersebut memang langganan banjir. Air pasang dari laut sehingga sungainya naik dan sering menghancurkan jembatan. Hari sudah gelap pula. Untung ada pemandu di jalan yang memang sudah terbiasa menghadapi kondisi tersebut. Dengan dipandu bapak pemandu tersebut, mobil kami perlahan berjalan melewati daratan bersungai deras. Kalau salah arah bisa kejeblos dan hanyut. Wassalam deh.
Alhamdulillah kami akhirnya berhasil melewati arung jeram daratan dan tak lupa memberi uang jasa ke pak pemandu.
Kami tiba di Ampana malam hari. Kudu ubek2 kota dulu untuk cari penginapan dan Alhamdulillah dapat yang murah, namanya Marina Cottage. Sewa kamarnya 100ribu semalam, kalau gak salah sudah termasuk sarapan. Kalau gak salah lho. Saya gak yakin, soalnya sudah lama.
Seusai sarapan keesokan paginya, kami meluncur ke pelabuhan untuk menuju ke kepulauan Togean.
Karena kapalnya berangkat agak siang, saya beli nasi bungkus di warung terdekat untuk bekal makan siang.
Jadwal kapal:
Ampana – Wakai *nama pelabuhan di kepulauan Togean*: Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Minggu, Sabtu.
Wakai – Ampana: Kamis, Minggu, Selasa, Sabtu.
Harga tiket kapal per orang: 40ribu.
Perjalanan: sekitar 5 jam.
Sebetulnya untuk menuju Togean selain melalui Ampana juga bisa melalui Gorontalo. Yang lewat Gorontalo hanya seminggu sekali dan pelayarannya semalam karena lebih jauh.
Lanjut.
Dari Wakai kami menuju ke Kadidiri, salah satu pulau yang ada resornya. Di Kadidiri ada 3 resor yaitu Kadidiri resort, Black Marlin dan Pondok Lestari. Kami menginap di Kadidiri Paradise Resort yang sewanya 250ribu per orang, sudah termasuk makan 3x. Servicenya jelek. Pegawainya dimintai tolong ogah ogahan. Pemiliknya kurang ramah. Kami makan ikan hanya di hari pertama. Hari hari selanjutnya makan daging, kalau gak daging ayam ya daging sapi. Tinggal di pulau dikelilingi laut tapi makannya ayam dan sapi, resor yang aneh. Banyak pohon kelapa di sekitar pulau, minta tolong ambilkan kelapa muda aja gak mau. Akhirnya suamiku manjat pohon sendiri. Tapi karena gak ngerti mana yang kelapa muda, jadinya dapet yang dagingnya tua. Di tiga resor tersebut juga ada persewaan alat menyelam.
Beberapa hari di Togean, kami balik ke Ampana dan menginap semalam di hotel Oasis. Sewa kamarnya 150ribu semalam *kalau gak salah*. Di hotel Oasis ini ada pegawai namanya mas Dadang yang punya jaringan luas. Bisa mencarikan transportasi ke Palu, informasi keberangkatan kapal ke Togean sampe tiket pesawat Palu – Surabaya. Pelayanannya top.
Keesokan harinya kami berangkat ke Palu naik mobil travel. Ongkosnya per orang (kalau gak salah) 100ribu. Mobilnya L300. Lumayan lega.
Karena kami berlima dianggap memenuhi kuota, mobil langsung berangkat tanpa ada tambahan penumpang. Serasa carter mobil deh. Di perjalanan kami berhenti sekali di warung makan. Lupa nama tempatnya. Yang jelas, makan ikan. Puas puas deh makan ikan laut segar nan murah. Kalau lagi musim jagung, setiap warung di daerah situ menyediakan binte biluhuta, makanan khas Gorontalo. Semacam sup jagung dengan ikan tuna asap dengan taburan daun kemangi segar. Rasanya seger dan wangi.
Hari sudah malam ketika kami tiba di kota Palu. Ubek ubek cari penginapan, ketemu hotel Wisata. Lumayan murah tapi pegawainya jutek. Saya lupa waktu itu komplen mengenai apa. Kalau gak salah air panasnya gak jalan. (haduh dari tadi kalau gak salah melulu, maklum ya udah 4 tahun yang lalu). Kapok dah nginep sana lagi.
Kami makan malam di restoran Manado. Ada tumis daun pepaya dan bunga pepaya, Ada mi cakalang. Sedapppppp.
Pesawat berangkat sore jadi kami masih bisa ubek ubek kota Palu. Ada kerajinan kayu hitam dan bawang goreng Palu yang sangat terkenal. Bawang merahnya kecil kecil dan gorengannya renyah.
Salah satu yang unik di kota Palu adalah angkotnya. Kalau penumpangnya sedikit, ditanyain tujuannya kemana dan diantarlah kita ke sana. Waktu kami ke bandara juga naik angkot. Diantar sampe depan terminal dengan biaya angkot, bukan biaya carter. Wah asikkkk.
Harga harga yang tertulis di atas adalah harga tahun 2008.
Sekian. Terima kasih. Semoga bermanfaat.
Segerrrrr sekali.
Pengen mandi di bawah air terjunnya.. 😀
Aku juga ndak tahu.
Sulawesi Selatan kan ya berarti?
gak sampe semeter, kalau di peta. hahahahaha….
Sedapnyaaaaaa …
Beruntungnya dirimu tinggal di Kendari yo.
iyyes mbak..
kayak nama wilayah gt..
Kayaknya pangkep itu setelah Barru deh,,
apa maros??
heheheheee
owalah kirain masih tetanggaan beberapa meter
hihihihihihi
masih free polusi pokoke ;-D
Cakep yaaaaaaa.
Aku suka banget.
Aduh jauh banget Raya.
Ampana di sono Palu di seneh.
Ooo gitu ya.
Rata2 warung makan ikan di sana, ada embel2nya Pangkep. Tadinya aku pikir itu nama warung, ternyata nama tempat ya.
Bengkak dan bau duren 😛
Iya dunks. Ini di Makassar.
dan saya juga lama belum balas emailnya. maap. Banyak yang pengen diceritakan. hahahaha… Insya Allah kalau ada waktu luang ya Chiku, saya balas emailnya.
Eh, akhirnya Arif menghubungi saya. Ini sedang berbalas pantun di facebook. Panjang panjang. Podo seneng ngoceh. hahahaha…
11-12 ama bandara kendari ;-D
ampana.
paluuuu
tau gak singkatan dari SOP Saudara?
Saya Orang Pangkep SODARA. Nah, konon kabare, sop ini emang asal muasalnya dari pangkep..
hahahahahaa
kesihan kalau ada org yg ditabrak..
bisa bengkak2 badannya ;-D
kayak di zaman2 tempodoeloe ;-D
ini wilayah nusantara-kan?
mantaaap, mbakyu :D! nice inpoh. Noted ^^
#btw, sudah lama nih ndak mampir en nge-empi
hmmmm … slruppp enakkk.
dimana sama peyek sedap.
sayur gondok itu lebih mirip bobor, tapi kelapanya tidak diperes deh, dicampur gitu saja.. iya makanan sulawesi utara.. ku tahunya daun jedi/gedi ini cuma ada di sulawesi utara.. tapi bisa tumbuh kog kalu ditanam di jkt.. di rumah mama semarang nanam daun jedi loh.. jadi pagar gitu.. tinggal petik kalu mo bikin tinutuan..
bubur manado juga pake bayam mbak.. bayam kangkung labukuning jagung singkong ubi jedi, apalagi ya.. bumbunya garam-lengkuas-sereh-salam-daunjeruk, utuh-utuh..
oalaaaa… bubur manado itu pake daun gedi tho, kirain pake daun bayam. Aku belum pernah ngincipin yang otentik, jadi enggak tahu.
Sayur gondok, hahahahah… itu makanan khas dari mana? Sulawesi juga? enak?
Tergantung daerahnya kali Tin. Di daerah pinggiran salu Sa’dan, tempatnya subur. Mimpinya suamiku ya, tinggal di sana dengan menggunakan aliran air sebagai sumber energi dan melakukan sesuatu untuk komunitas di sana. Seperti pelatihan atau jadi guru buat anak2. Kondisi sekolahnya menyedihkan, listrik gak ada padahal sumber melimpah.
Iya si Wallace menulis tentang Sulawesi, ada disebut sebut ama Yunus di bukunya.
nulisnya daun gedi.. agak berlendir.. mirip daun ganja bentuknya sih.. biasanya dicampur di tinutuan [bubur manado] dan bikin bubur manadonya lebih lengket gitu..
biasanya daun ini buat bikin sayur yondok.. mamaku bilangnya sayur gondok.. 😀
ku malah ga pengen ke sulawesi.. kering, hahaha.. lebih milih papua dan maluku ato nusa tenggara deh..
cuma uniknya sulawesi, binatangnya lain dari yang lain.. anoa, burung maleo, rangkong, babi rusa, tikus mata belo.. seperti wallace yang teliti itu..
ga jelas juga kenapa bisa gitu.. enaknya pake panorama jadi ga banyak jendela dan lebih cepat..
*baru "ngeh" itu nyasar buat komennya antung yang antri di bbm.. orang2 pada parno.. padahal kalimantan kan negri minyak..
Kalau pah piong bumbunya apa aja Tin?
Enggak pake darah kan?
dan kebanyak dimakan pake lontong ato burasa..
Ah iya, aku inget Tintin lama di Sulawesi ya. Menjelajah kemana mana di semua provinsi di Sulawesi kan ya?
Sulawesi keren sekali ya Tin. Kami pengen pensiun di Sulawesi lho. Suamiku cinta banget ama Sulawesi.
iya mirip.. tapi kebanyak orang bilang coto makasar itu daging, sop sodara itu ayam.. sebenernya bumbunya sama saja sih.. banyak rempahnya..
Hihihihihi…. lucu. Lalapan diseduh dulu.
bahasa bugis-makasar..
ku kan esde disitu mbak, dulunya masih ujung pandang..
seperti adegan di film India.
namanya lucu ya,
ini gugling nyari penampakannya. Mirip coto makasar ya sepertinya?
Makasih Tin, jadi tahu artinya. Itu bahasa mana?
Bugis?
oalaaaaa… ternyata pake panorama. Kok bisa nyasar ya?
apa itu daun jedi?
aku bela2in gugling, belum ketemu.
bukan mbak, kuahnya kental kayak coto, dimakannya pakai bandeng bakar
kalau kuah bening itu kayak kuah sop.
di makassar kata suami saya ga bisa makan garingan kayak di jawa
pernah makan di warung sea food makassar yg jual orang surabaya. lalapannya diseduh air panas dulu trus dapat bonus kuah ^ ^
hahaha…samaaa…kalau kesini, keknya aku bakal lari-lari trus sembunyi-sembunyian di balik pohon kelapa…
ga bening mbak.. cenderung berempah malah..
ulu bale.. kepala ikan.. 😀
ini komen nyasar mbak huhuhu.. empi pake panorama suka nyasar deh.. aneh pun..
itu juga pake daun jedi ya..
Hehehehe …
Gak bikin pusing.
hahaha keren tuh bempernya…
Makasih yo.
Ngintil si Menik yoo.
hehehehhee…
Mudah2an dalam waktu dekat ya. Amiin.
sulawesi tenggara berarti mencar, karena ini rutenya ke utara. Tadinya mau pulang lewat Gorontalo, tapi jadwal kapalnya gak pasti. Kami di sana cuma 3 minggu. Mepet sekali.
Ke Tator Insya Allah gak susah kok nyari makanan halal.
*nglirik catetan, jadi bingung sendiri saking banyaknya rinciannya*
mudah2an segera.
Amiin.
air terjunnya gede sekali.
belum musimnya ya sekarang.
dulu belum ada iwak peyek.
Lha ini sambil ngerpek catetan Sum. Notesnya aja udah gak karu2an. Sampulnya brodol, halamannya banyak yang tertekuk tekuk. Ada bercak2 bumbu pecel lah, bumbu satelah, wis kumplit sekali.
Udah hobi sih ya, jadi ya seneng seneng aja.
Asik ya, tradisional.
Iyo seger soale kan cedek laut.
Padahal Gorontalo – Togean deket tuh. cuma nyebrang semalam udah nyampe.
Buat catatan pribadi juga La, soalnya catatanku berserakan.
Tiga minggu panjang ya?
Soalnya jalan darat. Kalau lewat udara, lebih cepet. Tapi kalau lewat udara, banyak yang diskip. Sayang juga.
Betul. Pake genset yang dinyalain beberapa jam saja.
Belum dapat info dari mas Yunus, mbak. Cuma dia bilang, mencoba kontak temennya yang di Alor, tapi mas Yunusnya masih di Sulawesi. Iya, katanya pemilik Petite Kepa temannya mas Yunus. Sip….mbak, nanti kalau dapat infonya, aku kabari.
Pake supir. Kalau enggak, gimana ngembaliinnya Shan wong kami gak kembali ke Rantepao. Kami dianterin cuma sampe Ampana. Nyebrang ke Togean gak perlu sewa mobil kan. Balik lagi ke Ampana, kotanya kecil gak perlu mobil. Kemana mana jalan kaki. Dari Ampana ke Palu naik L300.
Mudah2an ya.
Sebetulnya tripku ini masih kemahalan karena sewa mobilnya kemahalan.
hehehehehe… nah kan.
wis didelok ae ngkok yok opo.
Wah jatuhnya mahal dong ya.
Atau orang Jawanya yang diimpor.
Iya, yang pake baju merah.
"K" nya ketinggalan pak, kececeran di jalan. Menik.
Enggak dunks.
Mi goreng bikin. Bumbunya kerasa kok.
Jyah podo mbek aku lek ngunu.. sing dirancang gagal total maah mbaldush gak eruh nangdi heheh
Iya pak. Tradisional ya.
Siapa yang parno?
Masalahnya, gak semuanya ada foto2nya.
Makanya narasinya aku tulis keterangan "foto nomer sekian sekian"
Tadinya malah mau aku postingkan di jurnal dan foto2nya disisipkan. Tapi ntar jadinya malah panjang skali.
Iya, jangan ke sini. Nyebelin.
Udah gitu kalau kita komplen, jawabannya standar. Udah aturan manajemen sini bu. Huh.
Iya. Aku juga mulih cumi. tapi yang ikan2 lainnnya juga enak. Semuanya pesen dibakar. Manis deh. *cleguk*
Hahahaha… bisa aja. Tapi betul juga ya.
Betul Tin. Mungkin malah kurang, karena persis di depan pelabuhan.
Mbakyu, kapan keliling Ngamrikih lagi, hayoooo?
Sop sodara yang bening itu ya?
Kalau emang iya, sepertinya itu sop wajib di warung2 makan Pangkep ya. Selalu ada dan musti mendampingi meskipun kita gak pesen. Rasanya seger, enakkk, slruppp.
Hua…ha…ha…*ngakak kenceng sampe konde copooot*
Brondong itu kan cuma selingan Cuu…. sambil ngunyah sirih iseng2 ngintip brondong.
Belum tahu Mus.
Liat aja gimana nanti, suka berubah tujuan dengan mendadak.
Perlu bantu digarukin Shan 😛
Yap betul.
Hahahahah…..
aku yang suka durian aja gak seneng baunya. Pusing Len.
Bahasa orang sana, yang artinya … mmm .. opo yo? Aku juga gak tau. Hehehehe…
Waktu itu kenapa gak kepikiran buat nanya ya? *Duh begonya*
Monggo.
tahun piro mbak?
kalau di jurnal, bisa dikasih tag. Tapi kalau di notes, wassalam deh. hihihihi…
*garuk garuk idung*
ntar jawabannya ada embel embel *kalau gak salah*.
hehehehehe … karena perjalanan 4 tahun yang lalu.
Perjalanan seminggu bisa, sebulan juga bisa.
Duit sejuta bisa, 3 juta juga bisa. Terserah mau yang mana. Makin dikit budgetnya, berarti kudu makin legowo nginep di mana saja.
Hahahahaha… *kalau gak salah*
ketularan yang bikin postingan.
Yunus punya info di Alor?
Katanya pemilik resortnya temennya Yunus. Aku juga nunggu infonya yah? kabar2i kalau ada perkembangan.
Sulawesi ya? hmmmm
belum tau kapan aku bisa kesana lagi, padahal sepupu2 pp Jawa – Gorontalo berulang kali
Kok ga sekalian ke sulawesi tenggara mba, kampungku:-)
Oya, nanya dnk mba. Kalo ke tator, susah nyari makanan halal ga mba? Pengen ke tator
Aishhh..
Ini lagiohh… #samamaaku :)))
Thats why I called you "Nenekkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk….!!!"
Dah bawel, pelupa lagihh…
malah sekarang kerjaanne nginjeni brondonggg… huuuuu
cakeeeep, kapan ya bisa kesini? colek mbk ari sm bulik kriwil.. :p
Wuiiihhh… kereeeeeeeen…
*mupeng ma durennya*
Iwak peyek…
Mbak, empat tahun yg lalu masih inget ya bagus lo. Aku dong, perjalanan tahun kemaren aja udah lupa…hua…ha…ha.
Kuat temen mlaku2 mbak. Aku karena pernah kerja di Sorowako Sulsel dan Aceh, rasanya sudah malas perjalanan jauh
waaah…suka nih model cottge2nya 😀
wuaah..n keliatan seger2 ya
Klo saya cuma sempat menjelajah gorontalo ajah.
Itu juga karena ada proyek disana selama 1bulan. Tapi kebanyakan jalan"nya daripada kerjanya. 😀
wah detail tenan critane… 😀
waktunya kudu panjang yah….
wah, kudu persiapan cuti panjang kalo gini…
aih bersih ….gatel pengen nari2 sambil kelilingan pohon kelapa :)))
ini yg katanya gak ada listrik itu ya mbak ?
kreaatippp…yg di mubil dan gak doyan duren, jadi gak mabok 🙂
mba, aku tadi baca, perjalanan sewa mubil ini pake’ supir gak mbak ? atau nyetir sendiri ?
Bener2 perlu fisik kuat jalan2 sampe toraja, salut dan makasih infonya mba Evia. Semoga harga2nya belum naik terlalu banyak krn bbm naik dll 🙂
Kalo di Bangkok dijualnya per biji!
Diimpor dari Jawa?
Yang di depan mobil apa Meni?
Supermie goreng?
Cakep!
orangorang parno saja kali?
menurutku ya.. daripada baca narasi diatas.. nulis dibawah gambar saja mbak.. jadi bisa ngikutin cerita dari gambarnya..
jadi tahu ga usah kesini..
tinggal pilih mo ikan apa gitu? ku pilih cumi deh..
oh jadi merek mitsubishi baru eh durenbishi baru ya.. jadi tiga duren bukan tiga berlian..
ini jalan kaki 5 menit dari pelabuhan ya..
sop sodara enaaaak sekaliiiiiii
nomor 2 setelah coto makassar
nomor 3 konro ^ ^
koyoke te nang sulawesi mane kie… melu schedul keliling indonesiae yo lek mene mule hehehe
ngeliatin poto2nya, belum sempat baca rincian perjalannya, udah gatel pengen ninggalin komen dulu 🙂
*balik baca lagi*
itu yg abu2 cakalangnya kah?
Hahahahaha, onok ae akale. Aku tadi pas baca, mikir, apa nggok keliyengan bau durian di dalam mobil, tibake…..
ulu bale tu apaan sih?
di-bookmark dulu deh 🙂
eh aku juga sebenernya masih ada oret2an biaya perjalanan keliling sulawesi, kayaknya pernah diposting tapi lupa di notes apa jurnal hihihihi
jadi total brapa?
wkwkwkwkk gamau repot ngitung
Totalin anggaran berapa duit n perjalanan berapa hari mbak…

dua kali yah….*kalo gak salah*
Mas Ahmad Yunus, mbak, temennya mbak Evia, beliau kontakku di FB. Iya, mbak tempat-tempat cantik kudu segera booking. Suamiku sih ngajaknya langsung ke Alor, nyari penginapan di sana, tapi aku masih mikir-mikir krn bawa 2 kurcacis, makanya pilihan lain, jatuh ke Sulawesi.
Sama sama Len.
mas Yunus sopo maksute? Kalau gitu aku kudu booking cepet2an ya? Atau kalau ada pilihan lain, rumah penduduk misalnya.
Buat ancer ancer kalau gitu Feb.
Udah berapa kali naiknya mbak?
Mbak Evia….makasih ya buat informasinya, kemungkinan kami akan ke Sulawesi, karena yang ke Alor batal, karena penginapan Petite Kepa penuh sampai bulan Agustun. Kecuali ada penginapan yang lain, aku lagi nunggu jawaban dari mas Yunus, kalo memang nggak ada, maka balik ke Sulawesi.
kudunya mah getu dehhhh
sejak itu BBM dah naik beberapa kali, mestine pada naik semua yahh