Saya pernah bercerita di beberapa postingan sebelumnya, bahwa sebentar lagi di kota Duluth akan diselenggarakan Celebrate Asia – sebuah festival budaya yang diadakan setahun sekali yang disponsori oleh APCC [Asia Pacific Cultural Center]. Dan sebentar lagi adalah tanggal 16 Mei 2013, baru saja berlangsung.
Berikut ini adalah laporan selengkapnya lewat foto foto.

Meja penerima tamu yang dijaga oleh perempuan2 cantik. Satu dari Malaysia (kiri) dan satu dari Indonesia (kanan).

Lapak Malaysia. Yang berbaju biru adalah si mahasiswa program PhD yang mendisain poster dan flyer Celebrate Asia tahun ini.

Dua lapak yang bersebelahan dengan lapak Hmong. Yang satu lapak RRC, jualan pernak pernik RRC. Sebelah sononya entah lapak dari mana gak jelas. Males aja karena kayaknya RRC juga.

Lapak Thailand yang bersebelahan dengan lapak Korea. Ada rantang yang mirip dengan rantangnya Indonesia. Menurut yang jaga lapak, mereka beli di Asian Market di Twin Cities.

Lapak Indonesia dari dekat. Ulos dengan buku Legacy in Cloth: Batak Textiles of Indonesia mejeng dengan anggun.
Di lapak Indonesia saya memajang ulos Batak beserta buku Legacy in Cloth: Batak Textiles of Indonesia, sebuah masterpiece hasil riset 30 tahun seorang antropolog Sandra Niessen. Masterpiece yang boleh saya sebut sebuah ensiklopedia Ulos karena sangat lengkap mengulas sejarah dan sisik melik Ulos yang sayangnya sekarang sudah mulai jarang generasi muda yang menekuni tenun ulos. Sandra Niessen adalah antropolog yang luar biasa karena hasil karyanya ini dikembalikan ke para penenun dan orang orang yang pernah menjadi sumber risetnya di tanah Batak sana. Bukan pekerjaan yang mudah karena bukunya tebal dan tentunya tidak murah. Perjuangan yang sangat menarik untuk disimak dan bisa dibaca di buku “Berkelana dengan Sandra menyusuri Ulos Batak” yang pernah saya tulis reviewnya.
Selain buku tentang Ulos, buku yang saya pamerkan adalah “Plaited Arts from the Borneo Rainforest” hasil riset bertahun tahun dari 20 orang dari berbagai negara. Buku tersebut berdampingan dengan anjat – sebuah anyaman dari suku Dayak Kalimantan yang menjadi tas harian saya. Saya bangga menggunakannya karena sangat khas Indonesia. Secara tidak langsung mempromosikan Indonesia sebab setiap kali memakai anjat ini yang cara pakainya seperti ransel, banyak yang komentar betapa cantik dan uniknya tas saya.

Lapak perorangan, milik seorang pengelana sepeda bernama Eric Norland. Eric dan sepedanya berkelana di 33 negara menempuh jarak 50ribu miles dari 1 Juli 1983 – November 1986.
Selain itu masih ada tiga lagi lapak yang enggak kefoto, yaitu lapak Nepal karena waktu mau difoto penunggunya udah kabur ke ruangan sebelah untuk menonton pertunjukan, satu lapak (RRC) berada di sebelah lapak Indonesia yang menyediakan lumpia. Gratis. Sedangkan satunya lapak Confusius dan sisanya satu lagi lapak pijet punya warga RRC. Males motretnya, RRC lagi RRC lagi. Event kecil gini aja lapak dari RRC ada 4 dari 11 lapak yang disediakan. Ya nggak apa apa deh buat ngeramein ketimbang sepi.
Di festival ini, anak saya juga mempertunjukkan kebolehannya dalam menari, hasil belajar selama masih tinggal di Indonesia. Kali ini anak saya menari Pendhet, sebuah tari Bali yang dipelajarinya tahun 2012 di Pondok Pekak Bali.
Tasnya lucu, etnik gitu..
Produk made in china bertebaran di mana-mana, aku juga sampe bosen liatnya.
Tasnya emang bikinan etnik Dayak.
Keren kan, aku pake sehari hari lho ini bukan cuma pajangan.
itu anak yang pegang balon.. 😀
menik latihan tiap hari ga kalu di rumah?
Gak pernah latihan. Hihihihihi..
Males tuh anak, emaknya ngomel2 dicuekin.
Iya tuh, anak main balon mengganggu. Mau ngasih tau, gimana coba. MOndar mandir gak ada yang negur.
Menik kerennn….pinter nari.
mbak tasnya unik. gak heran kalo banyak yang ngincer pengin 🙂
Belajar mbak Nur, waktu masih di Indonesia. Lumayan bisa dimanfaatkan buat ngamen di sini.
Iyo tasnya unik dan menarik.
bagus Vi, berperan memperkenalkan budaya negara kita yang kaya… tapi banyak yang ndak menghargainya.
angklungnya ndak dimainkan? aku suka merinding kalau denger suara angklung atau kulintang… nyaring dan menggetarkan.
itu tasmu ya kereeen…
Kerajinan tangan khas Indonesia terlihat unik dan mencolok di stand itu 🙂 Keren mbak 😉
Lebih keren lagi kalau dipake sehari hari, karena udah terbukti mampu mencuri perhatian.
Owalah ncen yo ngunu kui nasib adoh tekan KBRI lan negoro dewe hehe.. serba terbatas..
Nyelider boso jombangan koyoke.. artine mlaku mlaku gak jelas hehehe
Waduh menik mbois tenan.. tapi isek kurang mendek pas bagian ngendekne awake..
Kui tas sing biasane pean gowo nyelider ta?
Iyo ancen kurang mendek, dandanan rambute yo biasa gak diapak apakno padahal hiasan kembang2 yo ono. Soale gak athik rambut cemoro, gak tuku lagian kan gak oleh nggawe rambut palsu.
Sakjane areke rambute dowo, tapi dikethok, kok yo pas ndilalah apene pentas dikethok.
Iyo iku tasku sehari hari. Nyelider iku opo?