Di Duluth ada 4 supermarket yang sering aku jujug untuk belanja kebutuhan rumah tangga. Orang sini lebih sering mengatakan grocery stores ketimbang supermarket.
Dua yang berjaringan besar, Cub Food dan Super One dimana si Super One memiliki beberapa cabang di kota Duluth sedangkan Cub Food cuma ada satu. Dua lagi adalah Mount Royal dan Whole Foods Co-op. Selain itu masih ada yang lain, seperti Walmart Supercenter, Target dan sebagai tapi aku jarang bahkan belum pernah ke tempat lain selain yang empat itu.
Dari empat yang paling sering aku datangi adalah Mount Royal, karena lokasinya dekat sekali dengan rumah. Butuh apa apa tinggal mlipir. Kalau cuaca sedang memungkinkan, sering kali aku ke sana berjalan kaki atau bersepeda.
Mount Royal lebih ke supermarket butik. Barang jualannya berkualitas tinggi dan biasanya lebih mahal tapi tidak selalu. Selain itu, ikan ikannya selalu segar. Aku selalu ke Mount Royal kalau butuh ikan. Selain ikan ikannya segar kebanyakan pemasoknya para nelayan lokal, itu yang aku suka.
Dulu aku pernah bekerja di dalam Mount Royal di bagian sushi selama beberapa tahun, jadi tenaga paruh waktu. Kadang aku dapet ikan salmon segar yang tak terpakai karena bentuknya gak bagus untuk sushi. Kasarnya, sisa sisa gitu deh. Sisa potongan maksudnya, bukan sisa habis dimakan. Biasanya sama bosku dibuang. Sayang kan, wong masih layak makan kok dibuang. Nah ketimbang dibuang aku tampung deh.
Karena bekerja di sana, aku kenal beberapa orang di Mount Royal, salah satunya di bagian ikan. Beberapa kali dapet tiram gratis yang masih bercangkang. Pernah juga dapet seekor ikan lake trout dengan harga luar biasa murah, lengkap dengan kepalanya. Kebiasaan jual ikan di sini, udah dipotong bersih, berbentuk fillet, tentunya tak berkepala tak berduri. Kalaupun masih satu ekor utuh dan berkepala, dalemannya dah bersih, jerohan udah gak ada tapi tulang belulangnya masih ada.
Selain Mount Royal, adalah Cub Food yang termasuk sering aku jujug. Tapi kalau ke sana mau beli apa apa kudu dipikirkan betul betul dan daftar belanja kudu dipersiapkan karena lokasinya jauh dari rumah. Sayang bensinnya kalau udah jauh jauh ke sana, eh belinya cuma seiprit. Aku lumayan sering ke sana, karena di Cub Food ada lorong khusus Asia. Enggak terlalu banyak seperti di Asian Market, tapi lumayanlah daripada gak ada sama sekali. Dari bihun, jamur kering, tepung tapioka, tepung ketan, tepung beras, segala macem kecap, bahkan Indomie juga ada. Selain itu ada kartu diskon pembelian bensin. Semakin banyak yang dibeli, diskon bensinnya semakin gede. Lumayan banget kan.
Berikutnya adalah Super One. Aku jarang banget ke sana, biasanya karena kebetulan lewat aja, baru beli. Tidak seperti dua supermarket sebelumnya yang sudah jadi tujuan utama.
Yang terakhir Whole Foods Co-op, koperasi kalau di Indonesia. Barang jualannya kebanyakan organik dan seringkali dipasok oleh petani lokal. Karena namanya koperasi, sistemnya pake anggota meskipun gak harus jadi anggota untuk beli barang barang di sana. Pembelinya kebanyakan anggota koperasi, termasuk diriku. Untuk jadi anggota ada setorannya, gak mahal, seingatku $100 untuk seumur hidup. Bisa dicicil selama beberapa kali. Keuntungan jadi anggota, setiap belanja dapet diskon. Selain itu setelah setahun kita juga dapet bonus yang jumlahnya tergantung berapa banyak kita belanja.
Meskipun aku anggota di Whole Foods Co-op, tetapi aku jarang belanja di sana, soalnya mahal. Tapi semenjak aku nonton film Food, Inc aku mulai berubah pikiran. Film itu menguak industri dan rantai distribusi makanan di Amerika yang sebagian besar dikendalikan oleh perusahaan raksasa. Pesan moralnya, beli bahan bahan dari petani / nelayan setempat, seminimal mungkin menggunakan bahan bahan yang berasal dari tempat jauh. Kenapa? Butuh transport dan itu artinya butuh energi kan.
Sedikit demi sedikit aku mengurangi belanja di Cub Food dan Mount Royal dan mulai beralih ke Whole Foods Co-op. Khusus ikan aku tetap berbelanja di Mount Royal, karena di sana ikan ikannya selalu segar dan sebagian besar dipasok oleh nelayan lokal.
Toh belanja di Whole Foods Co-op, alokasi dananya ternyata gak terlalu beda jauh dibandingkan belanja di supermarket lainnya. Kebanyakan yang aku beli di sana buah buahan dan sayur sayuran segar karena aku sering bikin jus sendiri. Terkadang sehari bisa bikin jus dua kali dalam sehari, pagi dan malam hari. Apalagi dingin dingin gini, rasanya haus melulu. Minum jus rasanya segar banget.
Di Whole Foods Co-op kita juga bisa belanja dengan menggunakan wadah sendiri. Barang barang seperti kacang kacangan (almond, pistachio, kacang, mente, macadamia dsb), tepung tepungan, gula, aneka pasta dan segala yang dijual dalam bentuk curah bisa menggunakan wadah sendiri. Nanti di kasir beratnya akan dipotong sejumlah berat wadahnya. Kalau di supermarket biasa, disediakan kantongan plastik untuk barang barang curah. Bukannya di Whole Foods Co-op gak ada kantong plastik, tapi pembeli diberi pilihan untuk menggunakan wadah sendiri. Ini yang aku suka karena mengurangi sampah plastik.
Selain itu di Whole Foods Co-op juga menjual shampo, conditioner, sabun mandi, sabun cuci piring dan lotion dalam bentuk curah. Mereka menyediakan botolnya, tapi kita juga bisa bawa botol sendiri dari rumah.
Karena semakin sedikit membeli barang berbungkus plastik, otomatis semakin sedikit juga sampah plastik karena biasanya bungkus bungkus plastik tersebut selalu berakhir di tempat sampah.
di sana ngga pake nawar ya mbak, *trauma musuh bok meduro
Ada yang pake nawar, kalau di garage sale. Tapi nawarnya gak gila gilaan.
suka karya seninya diluar toko tuh kreatif
Yang di Whole Foods Co-op Duluth juga kreatif. Memanfaatkan bola bola es dikasih warna warni. Cakep banget.
Daku beberapa kali beli ikan segar di Ranch Market, cuman pertama kali dapat super segar, 3 kali berikutnya nggak segar, daku bete, tak komplen, akhirnya diganti, mau cari ikan segar susah banget di Jakarta yang dekat rumah.
Rumahmu deket ama Muara Angke gak? Katanya di sana bursanya ikan segar, langsung datang dari nelayan.
Kalau di sini, ikan yang sudah berhari hari di display lemari pendingin, akan dibuang.
Problemnya daku gak gitu percaya dengan nelayan kecil, mereka gak punya fasilitas memadai untuk menyimpan hasil tangkapannya, dulu merekalah biangnya pemakai formalin. Enaknya beli sama kapal besar yang punya pendingin raksasa, biar udah agak lama ikannya tapi beku segar tanpa pengawet nggak jelas. tapi kapal besar biasanya buat ekspor. Ironi hidup di Jakarta.
Salut ama toko itu. Beneran yah sampah plastik slalu bertambah.
Ikannya beda yah ama ikan ‘jawa’ disini? Ada bandeng ga? Iwak bader? Lele?
Sampah plastik selalu nambah, udah gitu gak bisa hancur dalam tanah. Ntar anak cucu kita yang menanggungnya.
Kita mulai dari diri sendiri aja, yang simpel simpel dan bisa dilakukan sendiri.
Ikan danau super dingin, beda dengan di Indonesia yang beriklim tropis.
Bandeng, iwak wader ikan tropis, bisa mampus dilepas di danau super dingin. Ikan kakap ada, tapi impor dari Amerika Selatan. Jarang beli sih, mahal.
Mending ikan lokal, lebih segar dan nyarinya di sekitaran sini aja.
lama banget nih ga bales balik. maaaaf ruepot mbak.
gimana masak ikan apa hari ini?
*klo pulang jangan lupa kabari yah. pengen kopdar. sueeer.
Gak masak. Jadi embek [ngunyah sayur mentah]
Pertengahan tahun ini Insya Allah mudik. Ngkok nek wis cedek2 yo, kontak maneh.
Paling gampang ngembek ancene… Gae.nek males2.
Hokeh deh semoga bisa kopdaran beneran.
belum pernah nemu shampo dan sabun curah di sini. dan masih sering pake kantong plastik… bahkan kadang minta nambah 😦
Bawa kantong belanja sendiri dari rumah, ada yang tipis dan bisa dilipat sebesar dompet. Meskipun tipis tapi kuat.
Haha… Sama . Kadang suka nambah.
wah keren ide bawa botol shampoo dr rumah. kan sayang ya tiap beli botolnya dibuang…
mbak itu masih membeku ya disono…hadeuuuh….
Kalau membeku, masihhhhhhh. Kadang bulan Mei masih turun salju.
Kalau menurut kalender, musim dinginnya dari Desember sampe Maret. Tapi menurutku dari November sampe April karena periode itu salju dah mulai datang. Namanya aja negeri utara, deket ama kutub utara, jadi ya gak heran deh.
Mungkin maksudnya Ayu, suhu dingin yang ekstrim, istilahnya Polar Vortex, nah itu udah berlalu. Mudah mudahan gak datang lagi. Serem dah, gak bisa kemana mana, ngedekem aja di rumah.
ooo gt ya, berarti kalo yg sekarang mah suhu dingin tapi yang normal gt ya… hm hmm… maklum mbak seumur2 mendekam di negeri tropis xixixi
Memaklumi Yuk, soalnya aku kan juga pernah dalam posisi dirimu. Hihihihihih…
Rasanya penasarannnn buanget pengen menyentuh salju.
Pas kesampaian bisa nyentuh salju, kayak orang ndeso pol dah.
huahahahha… mbak Evi tau aja kalo aku pengeeen banget nyentuh salju xixixiix….
asik ya banyak pilihan tempat belanja kebutuhan bulanan 🙂
Sama aja seperti di Indonesia tho, ada Carrefour, Giant, Hero yg gede gede. Yang kecil2 toko kelontong.
Tapi aku belum pernah mengalami belanja di koperasi di Indonesia.
Kalau di Indonesia, kita digalakkan buat belanja sama pedagang tradisional kan ya, mba?
Iya, denger denger begitu. Pasar tradisional artinya konten lokal tapi belum tentu ramah lingkungan karena sudah mulai jarang pake pembungkus daun pisang, daun jati dan kertas koran.
Tapi masih lebih baiklah ketimbang beli di superkampret.
Saya malah kalau belanja keperluan pribadi di supermarket, mba. Kalau sayur ya paling dekat pasar tradisional
Keperluan pribadi maksudnya sabun mandi, lotion, pembalut dsb?
Iya 🙂
Iya, mba 🙂
sama Vi, aku sekarang belanja bahan segar di pasar tradisional, karena bawa kantong plastik sendiri. pedangangnya seneng kalau aku beli, karena mereka jadi hemat kantong. beli tahu pake kotak plastik bekas kemasan ice cream, tahunya ndak hancur, beli daging/ayam/ikan/telur juga pake kontak plastik.
sayangnya, di sini, sabun, shampoo dll blm banyak yang curah.
senengnya di pasar tuh, interaksi dengan pedagang, ini yang nggak di temukan di superkampret hehee